LAPORAN
PRAKTEK
KERJA LAPANGAN
“ANALISIS SISTEM
IRIGASI DI TERMINAL NURSERY DISTRIK V
PT WIRAKARYA
SAKTI”
SISKA
DEWI SITORUS
J1B115035
PROGRAM
STUDI TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS
TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kertas
merupakan salah satu bahan yang sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan. Bukan
hanya itu, bahkan seluruh kegiatan di areal perkantoran seperti perusahaan
iklan pasti membutuhkan kertas untuk kebutuhan administrasi. Mengingat jumlah
konsumsi kertas yang besar dan semakin meningkat, maka pemenuhan kertas sangat
bergantung pada proses produksi kayu sebagai bahan dasar pembuatan kertas
tersebut. Pada saat ini Indonesia menduduki
peringkat ke 9 sebagai produsen pulp
dan kertas dunia dengan pangsa pasar sebesar 2,4% dan 2,2% terhadap dunia pertahun
(Indonesian Pulp and Paper Industry, Directory, 2011). Perkembangan industri pulp dan kertas di Indonesia
terus meningkat dari tahun ke tahun, namun belum dapat memenuhi semua kebutuhan
dalam negeri dan permintaan ekspor yang terus mengalami peningkatan.
PT
Wirakarya Sakti merupakan salah satu perusahaan terbesar di Jambi yang bergerak
di bidang Hutan Tanaman Industri dengan membudidayakan tanaman Acacia crassicarpa dan Eucalyptus sebagai bahan utama pembuatan
kertas. Kayu Acacia crassicarpa dan Eucalyptus
memiliki potensi yang cukup besar apabila dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan kertas karena kandungan serat dan selulosa yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, kayu Acacia crassicarpa dan Eucalyptus berpotensi untuk dikembangkan di Hutan
Tanaman Industri sebagai bahan baku pulp (Susi Sugesty, dkk, 2015).
Perkembangan ekspor kertas dan barang berbahan kertas
di Indonesia selama tahun 1988-2012 terlihat cukup
fluktuatif. Indonesia berhasil menjadi pengekspor bersih kertas sejak tahun 1987, tetapi selama tahun 1988 sampai dengan
tahun 1990 ekspor masih tidak stabil dan cenderung
mengalami penurunan. Sebaliknya selama tahun 1991-2002 volume ekspor kertas dan barang berbahan kertas selalu
meningkat, dimana peningkatan terbesar terjadi
pada tahun 2000 dengan perkembangan mencapai 0,53 persen dari tahun sebelumnya. Selama tahun 2006-2008 volume ekspor mengalami penurunan,
hal ini diduga terjadi karena adanya defisit bahan baku
yang kemudian menyebabkan kualitas kertas Indonesia menurun (Jati, 2008).
Terpenuhi
atau tidaknya kebutuhan bahan dasar kertas sangat dipengaruhi oleh beberapa
aspek, antara lain tahapan persiapan lahan, kesesuaian jenis tanaman dengan
jenis tanah, perawatan selama masa pertumbuhan, tahapan pemanenan, proses
pendistribusian kayu, sistem pengelolaan air kanal di areal, dan yang paling
penting adalah kualitas bibit yang akan ditanam. Untuk memperoleh bibit yang
sehat dan pertumbuhan yang optimal, maka perlu dilakukan perawatan yang baik
menjelang bibit dari central nursery dapat
dipindahkan ke lokasi tanam. Salah satu kegiatan perawatan yang turut
menentukan kualitas bibit adalah pemberian air irigasi. Pemanfaatan teknologi modern pada bidang pertanian diharapkan dapat meningkatkan
hasil pertanian terutama budidaya tanaman sehingga diharapkan dapat mempermudah
setiap kegiatan yang ingin dilakukan.
Melalui kegiatan
Praktek Kerja Lapangan
(PKL) ini, penulis
mengamati terkait proses pemberian air irigasi pada bibit Acacia crassicarpa dan Eucalyptus untuk mengetahui sistem
kerja, penjadwalan dan teknologi yang digunakan dalam proses pemberian air
irigasi dengan tujuan agar memperoleh bibit yang lebih berkualitas sehingga
memberikan nilai tambah bagi perusahaan namun tidak merusak lingkungan.
Berdasarkan
uraian diatas, penulis tertarik untuk mempelajari dan melaporkan hasil
Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dengan judul
“Analisis Sistem Irigasi di
Terminal Nursery Distrik V PT
Wirakarya Sakti”.
1.2
Tujuan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Penyelenggaraan PKL ini bertujuan untuk :
1.
Mengetahui sistem irigasi yang digunakan
di terminal nursery Distrik V PT
Wirakarya Sakti.
2.
Meningkatkan pemahaman tentang proses
pemberian air irigasi pada bibit Acacia
crassicarpa dan Eucalyptus.
3.
Mengembangkan sistem irigasi yang sesuai
untuk terminal nursery Distrik V PT
Wirakarya Sakti.
1.3 Kegunaan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Kegunaan pelaksanaan PKL adalah untuk melatih keterampilan
sesuai dengan pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan, belajar
mengenal proses dan kondisi nyata dunia kerja, serta mengembangkan ilmu yang
diperoleh selama perkuliahan dan mencoba menemukan suatu pelajaran yang belum
diperoleh selama perkuliahan.
1.4 Tempat Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Praktek
Kerja Lapangan dilaksanakan di distrik V PT Wirakarya Sakti, yang beralamat di
RT. 13, Dusun Teluk Pengkah 1, Desa Teluk Pengkah, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi
Jambi.
1.5 Jadwal Waktu Praktek Kerja Lapangan
(PKL)
Praktek
Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan setiap hari Senin-Jum’at pada pukul
07.00-17.00 WIB dimulai pada tanggal 31 Mei 2018 sampai dengan 16 Agustus 2018.
BAB
II
TINJAUAN
UMUM TEMPAT PKL
2.1 Sejarah
Perusahaan
Sinarmas Forestry pertama kali didirikan pada tahun 1938 oleh Eka
Tjipta Widjaja. Kemudian melakukan pengembangan usaha di wilayah Pekanbaru pada
tanggal 21 Maret 1986 yaitu dengan mendirikan dua perusahaan, yaitu Perusahaan Arara Abadi sebagai
bahan baku pulp dan PT. Indah KIAT Pulp and Paper. Kemudian
pada tanggal 14 Desember 1990 Sinarmas Forestry melakukan pengembangan di daerah
provinsi Jambi dan mendirikan anak perusahaan yang bernama PT
Wirakarya Sakti yang beralamat di Kecamatan Tungkal Ulu Kabupaten
Tanjung Jabung Barat. Pada tanggal 01 Maret 1995
dilakukan pemisahan antara divisi HTI (PT Wirakarya
Sakti) dan dengan divisi Mill
(Pabrik
yang dikelola oleh PT Lontar Papyrus Pulp and Paper Industry) hingga
saat ini.
PT Wirakarya Sakti
bergerak dibidang pengadaan bahan baku kertas atau
HTI Monokultur dengan tanaman pokok adalah Acacia dan Eucalyptus. PT WKS memperoleh
izin pananaman percobaan pertama (IPP-1) seluas 1000 Ha, berdasarkan surat
kepala kantor wilayah kehutanan (Kakanwilhut) Provinsi Jambi
No.165/HTI/Wilhut/Iva/1989 pada tahun 1989. Pada tahun 1996 Memperoleh SK
definitif pertama, yaitu SK Menteri Kehutanan No. 744/Kpts-II/1996 tanggal 25 November
1996 untuk areal seluas 78.240 Ha. Tahun 2001 Areal HPHTI PT Wirakarya
Sakti bertambah menjadi seluas 191.130 Ha, sesuai SK Menteri
Kehutanan No. 64/Kpts-II/2001 (Add. I). SK definitif addendum II yaitu SK
Menteri Kehutanan No. 228/Menhut-II/2004 (add. II) tanggal 9 Juli 2004, dengan
luas areal menjadi 233.251 Ha dan SK definitif addendum III yaitu SK Menteri
Kehutanan No. 346/Menhut-II/2004 (add. III) tanggal 10 September 2004, dengan
luas areal berubah menjadi 293.812 Ha. Hingga saat ini, kegiatan pengelolaan PT
Wirakarya Sakti mengacu pada SK 57/MENLHK/SEKJEN/HTL/HPI.0/1/2018 dengan luas
areal adalah 292,848 Ha.
2.2
Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur Organisasi PT Wirakarya Sakti merupakan faktor
penting dalam menunjang keberhasilan
manajemen perusahaan dalam
menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan dan sasaran yang
diinginkan. Jumlah karyawan di distrik V PT WKS berjumlah 99 orang dengan 95
orang adalah karyawan laki-laki sedangkan 4 orang lainnya adalah karyawan
wanita yang bergerak di bidangnya masing-masing sesuai keahlian dan tingkat
kinerja karyawan itu sendiri. Distrik V dipimpin oleh manajer yang memiliki tanggung
jawab dalam mengatur kegiatan perusahaan secara keseluruhan. Perusahaan ini
terdiri dari delapan seksi yaitu planning
survey, plantation, harvesting, water management, infrastructure, forest
sustainability, forest protection, dan administrasi. Seksi planning survey memiliki tiga sub seksi
yaitu GIS technicians, operational planner, dan GPS surveyor. Sama halnya dengan seksi PS, seksi forest sustainability juga dibantu oleh
empat sub seksi yaitu forest conservation
&
certification, paramedis, safety and health officer, dan environment
compliance.
Begitu
juga dengan seksi forest protection, seksi
ini dibantu oleh empat sub seksi lainnya yaitu RPK (Regu Pengendalian
Kebakaran), comunity development, forest
security, dan conflict resolution.
Struktur organisasi Distrik V PT Wirakarya Sakti dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.3
Kegiatan Umum Perusahaan
PT
Wirakarya Sakti merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam grup
Sinarmas dan bergerak di bidang Hutan Tanaman Industri dan bertindak sebagai
pemasok bahan baku berupa pulp dan
kertas. Bahan baku yang dihasilkan akan dikirim dan diolah menjadi barang jadi
ke PT Lontar Papyrus Pulp and Paper
Industry dan PT OKI. Bahan baku ini diperoleh melalui kegiatan budidaya
hingga pemanenan jenis tanaman Acacia crassicarpa
dan Eucalyptus sp.
2.3.1
Planning Survey
Planning Survey merupakan salah satu seksi di
Distrik V PT WKS yang bertugas merencanakan segala sesuatu yang berhubungan
dengan pengelolaan hutan industri serta bekerjasama dengan seksi lain sebagai
pihak pelaksana. Seksi planning survey dibantu
oleh tiga sub seksi untuk
melaksanakan tugasnya dalam merencanakan segala kegiatan pengelolaan HTI, sub
seksi Planning and Survey ini ialah: Planning survey head, GIS technicians, operational planner,
dan GPS surveyor.
1)
Planning
survey head bertugas memverifikasi, monitoring dan
mengontrol kerja dari masing-masing posisi yang ada dibawahnya serta
bertanggung jawab terhadap seksi PS serta melakukan koordinasi dengan
seksi-seksi lain yang ada di distrik.
2)
GIS
technicians bertanggung jawab menangani segala
sesuatu tentang pemetaan serta mengolah data GPS menjadi peta-peta kerja.
3)
Operational
Planner bertugas merencanakan pemanenan sesuai dengan surat
permohonan dari operational.
4)
GPS
surveyor bertugas mengambil data areal di lapangan dan
diserahkan ke GIS technicians untuk
dipetakan serta sebagai penunjuk dalam melakukan kegiatan di lapangan.
Ada beberapa kegiatan
kerja yang dilakukan oleh seksi planning
survey, antara lain tata kelola areal kerja, penataan areal kerja (PAK), dan
kegiatan microplanning.
2.3.2
Plantation
Plantation
merupakan seksi yang bertanggung jawab dalam kegiatan penanaman dimulai dari
jenis bibit yang akan ditanam sampai perawatan tanaman hingga tanaman sudah
cukup umur untuk dipanen. Sebelum kegiatan penanaman dilakukan, perlu dilakukan
tahapan microplanning yaitu suatu
perencanaan secara mendetail dalam satu compartment
dengan memperhatikan segala aspek agar kegiatan penanaman dapat berjalan
secara sistematis sehingga pada saat panen menghasilkan volume kayu dengan
serat kayu yang optimal.
Aspek yang perlu diperhatikan sebelum
melaksanakan tahapan penanaman yaitu kualitas dari lahan. Kualitas dari lahan
ini dapat dilihat melalui penilaian hasil spreading,
perbaikan sifat fisik tanah serta tata air mikro/parit drainase. Apabila
hasil pengontrolan oleh tim quality
control menunjukkan lahan layak untuk ditanami, maka akan dibuat peta
penyerahan kerja dari seksi harvesting ke
seksi plantation yang disebut HOA (Hand Over Area). Secara garis besar, ada
tiga proses operasional yang menjadi tanggung jawab seksi plantation yaitu persiapan lahan (land preparation), tanam (establishment)
dan perawatan (maintenance).
2.3.2.1 Penyiapan lahan (land preparation)
Penyiapan lahan merupakan
segala bentuk kegiatan pada areal yang harus dilakukan sebelum kegiatan
penanaman dilakukan. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan cara membersihkan
areal dari sampah sisa kegiatan pemanenan atau belukar yang tidak dimanfaatkan
kayunya, melakukan pengolahan tanah yang padat atau gambut yang poros,
memperbaiki sistem pengaturan air agar air tidak tergenang dan drainase tidak
buruk. Dengan dilakukannya kegiatan-kegiatan ini maka faktor penghambat
pertumbuhan tanaman dapat dikurangi sehingga dapat menciptakan kondisi
lingkungan yang ideal sehingga diharapkan tanaman dapat tumbuh dengan baik dan
optimal. PT WKS menerapkan sistem pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB), sehingga
tingkat keberhasilan penanaman dapat didasarkan pada beberapa kegiatan.
Kegiatan yang dilakukan dalam penyiapan lahan adalah pembersihan lahan dari
sisa pemanenan (spreading), pengaturan
parit drainase dan tata air mikro dan PPS (pre
planting spraying) atau penyemprotan gulma menggunakan herbisida. Salah
satu kegiatan penyiapan lahan dapat dilihat pada Gambar 1.
repository.unja.ac.idrepository.unja.ac.id
Gambar 1. Kegiatan spreading
2.3.2.2 Penananaman (Establishment)
Penanaman
merupakan proses pemindahan bibit dari tabung tanam ke areal yang lebih luas
dengan titik yang baik dengan jarak tertentu sehingga mendapatkan ruang tumbuh
yang ideal untuk pertumbuhan tanaman. Ada beberapa kegiatan yang harus
dilakukan saat establishment yaitu
pembuatan jalur/baris tanaman (lining),
pembuatan
lubang tanam (holing), persiapan dan
penanganan bibit, dan proses penanaman.
Pada
tahapan persiapan dan penanganan bibit, kegiatan pemberian air irigasi harus
sangat diperhatikan. Ketersediaan air yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman sangat penting. Peranan air pada
tanaman sebagai pelarut berbagai senyawa molekul organik (unsur hara) dari dalam
tanah kedalam tanaman, transportasi fotosintat dari sumber (source) ke limbung (sink), sebagai penyusun utama dari protoplasma serta pengatur suhu
bagi tanaman. Apabila ketersediaan air tanah kurang bagi tanaman maka akibatnya
air sebagai bahan baku fotosintesis, daun menguning, menghambat pertumbuhandan
transportasi unsur hara ke daun akan terhambat sehingga akan berdampak pada tanaman
(Andas Wibisono, 2014). Pada kegiatan penanaman, jarak tanam juga harus
diperhatikan karena akan mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman. Adapun aturan
untuk jarak tanam dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Aturan
Jarak Tanam
Jenis Areal
|
Jenis Tanaman
|
Jarak Tanam (m)
|
Jumlah Batang per Hektare
|
Mineral
|
Eucalyptus
|
3 × 2,5
|
1.333
|
Peat (gambut)
|
Acacia crassicarpa
|
3 × 2
|
1.666
|
2.3.2.3 Perawatan (Maintenance)
Perawatan (maintenance) merupakan proses pemeliharaan tanaman dengan
pengendalian tumbuhan dan organisme pengganggu serta penambahan unsur hara yang
dibutuhkan sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan sehat hingga masa
panennya. Ada beberapa kegiatan perawatan, antara lain: pemberian pupuk dasar,
pembersihan tanaman secara manual (weeding
manual), pemupukan susulan, pengendalian gulma dengan herbisida (weeding chemical), pemotongan cabang
pesaing (singling), serta pengecekan
hama dan penyakit tanaman.
2.3.3 Harvesting
Harvesting
merupakan
suatu kegiatan produksi kayu dari hutan produksi yang meliputi kegiatan microplaning, imas, penebangan,
pengumpulan, penarikan, penyusunan, pemeriksaan areal kerja setelah kegiatan
pemanenan dan pengangkutan kayu untuk produksi BBS (bahan baku serpih) ke mill/ pabrik dan menyiapkan lahan untuk
proses penanaman selanjutnya. Kegiatan pemanenan di Distrik V PT Wirakarya
Sakti menggunakan dua sistem, yaitu sistem panen manual dengan memanfaatkan
tenaga manusia dan sistem panen secara mekanis dengan menggunakan alat berat.
Kegiatan yang dilakukan dalam proses pemanenan meliputi, pengimasan (pre harvest), penebangan (felling), rencek (delimbing), penyusunan kayu di kanan dan kiri jalur sarad (pre bunching), cincang (cut to lenght), penarikan kayu ke TPn (extraction), pemuatan kayu dari TPn ke
TPk menggunakan sampan besi yang selanjutnya akan ditarik oleh tug boat (loading to sampan besi), dan
proses pemuatan kayu dari TPn/TPk ke logging
truck menggunakan excavator (loading
to truck). Secara sistematis, kegiatan harvesting
dapat dilihat pada Lampiran 2. Teknik penebangan yang digunakan di distrik
V PT WKS adalah takik rebah dan takik balas. Teknik pembuatan tekik rebah
yaitu:
1.
Buat
potongan miring 45˚ dengan kedalaman 1/3 dari diameter batang (potongan miring
dibuat terlebih dahulu agar bar chainsaw tidak
terjepit oleh batang pohon).
2.
Ujung potongan miring dibuat sampai
setinggi pangkal akar (maksimal 5 cm diatas pangkal akar/banir).
3.
Buat potongan datar sampai bertemu dengan
potongan miring.
4.
Potongan datar dibuat pada pangkal akar
(maksimal 5 cm diatas pangkal akar). Gambar pembuatan takik rebah dapat dilihat
pada Gambar 2.

Gambar
2. Pembuatan takik rebah
Teknik
pembuatan takik balas yaitu:
1. Takik
balas dibuat mendatar setinggi 1 cm diatas takik rebah.
2.
Saat pembuatan takik balas, sisakan
sekitar 1 cm sebelum putus, tujuannya adalah sebagai engseluntuk penahan,
sehingga pohon rebah dengan pelan dan pekerja memilii waktu untuk menghindar.
3.
Segera tarik chainsaw dari pohon dan menghindar ke samping saat pohon akan
rebah. Gambar pembuatan takik balas dapat dilihat pada Gambar 3.


Gambar 3. Pembuatan takik balas
2.3.3.1 Chain
of Custody (COC)
Chain of custody adalah proses penilaian ketelusuran kayu dengan
melakukan kegiatan pencatatan dan pelaporan perencanaan produksi, pemanenan
atau penebangan, pengukuran dan pengujian, penandaan, pengangkutan/ peredaran,
serta pengolahan hasil hutan kayu melalui aplikasi SIPUHH (Sistem Informasi Penatausahaan
Hasil Hutan).
Maksud
dan tujuan COC adalah untuk memastikan keterlacakan sumber pasokan kayu yang
dikirim ke industri dan untuk memberikan kepastian hukum serta pedoman kepada
semua pihak yang melakukan usaha atau kegiatan di bidang kehutanan, sehingga
berjalan dengan tertib dan lancar, kelestarian hutan, pendapatan negara melalui
pemanfaatan hasil hutan secara optimal dapat tercapai. Chain of custody memiliki 4 prinsip, yaitu: penandaan, pemisahan
(segresi), dokumentasi, dan ketelusuran.
2.3.4
Water Management
Water
management menjadi salah satu seksi di Distrik V PT WKS yang bertanggung
jawab untuk melakukan segala kegiatan yang berhubungan dengan sistem pengaturan
air guna menunjang pertumbuhan tanaman, meminimalisir resiko banjir dan
kebakaran. Sistem tata air di areal rawa merupakan pengaturan air yang pada
prinsipnya membuang kelebihan air dan mempertahankan air yang dibutuhkan dengan
cara pengaturan air kanal (water level)
dan air tanah (water table) serta
meningkatkan keberhasilan pengelolaan HTI di lahan gambut guna memenuhi
kebutuhan bahan baku industri secara berkelanjutan dengan mempertahankan
kelestarian lingkungan. Sistem tata air bertujuan untuk:
1. Mengurangi
penurunan permukaan tanah gambut (subsidence).
2. Memisahkan
jalur kanal sesuai fungsi yaitu untuk sistem transportasi dan drainase.
3. Mengontrol
permukaan air kanal dengan cara pembagian zona atau pembuatan bangunan air.
4. Menurunkan
permukaan air tanah dengan pembuatan kanal tersier untuk mendukung pertumbuhan
tanaman secara optimal.
Secara garis besar, ada dua tugas
pokok seksi water management yaitu monitoring dan maintenance.
1. Monitoring
Monitoring
merupakan
segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan pengecekan sistem tata air di
areal konsesi. Beberapa kegiatan monitoring yang dilakukan oleh seksi WM antara
lain monitoring penurunan permukaan gambut dan kedalaman muka air gambut
(subsidensi dan water table),
monitoring level air, dan monitoring sedimentasi kanal.
a.
Subsidensi
dan water table
Subsidensi
gambut adalah laju penurunan permukaan tanah gambut akibat adanya saluran
drainase pada pembukaan lahan, dihitung dengan satuan tebal (cm) untuk tiap
satuan waktu (tahun). Tanah gambut dikatakan rusak bila kumulatif penurunan
muka gambut > 35 cm/5 tahun sesuai PP No. 150 tahun 2000 tentang Pengendalian
Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. Sedangkan kedalaman muka air gambut (water table) merupakan tinggi permukaan
air di dalam tanah yang diukur dari permukaan tanah. Kedua kegiatan monitoring
ini dapat dilakukan dengan menggunakan deepwel
(pipa PVC) atau disebut proper. Gambar
propper dan kode lokasinya dapat
dilihat pada Gambar 4.


(a)
(b)
Gambar 4. (a) Kode lokasi proper; (b)
Proper
b.
Level
air
Selain
monitoring penurunan permukaan gambut
dan kedalaman muka air gambut (subsidensi dan water table), kegiatan monitoring
lainnya yang dilakukan oleh seksi WM adalah pengecekan level air
menggunakan alat peilscale yaitu alat
ukur level air berupa kayu yang diletakkan di setiap kanal produksi. Kayu ini
diberi warna dari ujung ke pangkal bawah berturut-turut adalah merah, biru,
kuning dan merah. Pada bagian sisi-sisi warna ini terdapat angka yang
menunjukkan tingginya level air. Jika kondisi air berada di ujung warna merah
artinya level air cukup tinggi dan berpotensi banjir. Warna biru pada peilscale menunjukkan bahwa level air
masih dalam keadaan normal sehingga tidak perlu ada kegiatan maintenance yang harus dilakukan pada
kanal tersebut. Warna kuning menunjukkan level air rendah namun masih dalam
kondisi normal sehingga kecil kemungkinan untuk terjadi kekeringan, sedangkan
warna merah di bagian pangkal bawah kayu menunjukkan bahwa level air sangat
rendah sehingga berpotensi kekeringan pada areal tersebut. Gambar peilscale pada bibir kanal dapat dilihat
pada Gambar 5.

Gambar 5. Peilscale untuk pengecekan level air
c.
Sedimentasi
kanal
Seksi WM juga melakukan monitoring
sedimentasi kanal. Monitoring sedimentasi
kanal adalah kegiatan pengukuran yang bertujuan untuk memperoleh gambaran
mengenai volume endapan sedimentasi kanal pada waktu tertentu Monitoring/pengukuran
sedimentasi kanal meliputi: pengukuran
lebar kanal, pengukuran
kedalaman air, water level/freeboard.
Menurut standarnya, dalamnya kanal pada areal gambut adalah 3 meter, sehingga
apabila sudah diketahui sisa kedalaman kanal setelah sedimentasi dapat
diketahui kegiatan maintenance yang
harus dilakukan.
2. Maintenance
(Perawatan)
Maintenance WM merupakan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan
sarana dan prasarana serta level air untuk mendukung kegiatan operasional.
Operasional dan maintenance adalah serangkaian kegiatan
pengelolaan HTI yang saling terkait. Operasional yang dimaksud adalah kegiatan
pemanenan (harvesting) dan kegiatan penanaman
(plantation).
a.
Maintenance
Kanal (Cuci kanal) Drainase dan produksi
Perawatan kanal
adalah kegiatan penggalian ulang kanal guna mengengembalikan fungsi kanal
sebagaimana mestinya, yang berfungsi
sebagai drainase dan sarana transfortasi. Kegiatan yang dilakukan adalah
mengangkat material sedimentasi dengan menggunakan alat berat jenis excavator. Kanal-kanal yang di maintenance
adalah :
·
Kanal
primer untuk drainase dan transportasi
·
Kanal
sekunder untuk drainase dan transportasi
·
Kanal
outlet untuk drainase
·
Kanal
batas konsesi, sebagai batas konsesi dan sekat bakar
·
Kanal
kolektor
·
Kanal
side drain
Pelaksanaan
kegiatan perawatan kanal ini dilakukan menjelang kegiatan pemanenan akan
dilakukan. Hal ini dikarenakan saat proses pengangkutan hasil produksi di lahan
gambut kanal akan berperan penting yaitu sebagai akses sampan besi memindahkan
kayu dari TPn ke TPk. Gambar
kegiatan
cuci kanal dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Kegiatan cuci kanal
Setelah kegiatan penggalian kanal selesai dilakukan,
selanjutnya akan dilakukan pengecekan kualitas dan kuantitas hasil pencucian
kanal. Pengecekan kualitas kanal (kedalaman) dilaksanakan oleh pengawas dan kontraktor secara
bersamaan setelah pekerjaan selesai. Pengecekan selanjutnya
yang perlu dilakukan adalah pengecekan kuantitas. Pengawas WM
(water management) dan tim PS (planning survey)
distrik melakukan pengukuran panjang kanal yang telah dicuci dengan menggunakan
GPS.
Kanal yang telah dicuci dan
telah memenuhi standar kelulusan, akan dibuatkan BAP untuk selanjutnya
dilakukan pengajuan proses pembayaran.
b.
Maintenance Water level/Water Table
Maintenance Water Level (WL) dan Water
Table (WT) adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan menjaga level air
untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman, tranportasi, safety untuk pencegahan kebakaran dan untuk kepentingan aspek
lingkungan. Kegiatan maintenance
dilakukan berdasarkan hasil monitoring WT dan WL. Safe Range WL yang harus maintenance/dijaga
adalah 60-120 cm, sedangkan WT pada kisaran 40-100 cm. Maintenance dilakukan untuk menjaga level air tetap berada pada range tersebut, tidak terlalu kering (over drainage) dan tidak juga banjir (high water level).
Kegiatan/ usaha untuk maintenance water level/ water table antara
lain:
1. Membuka pintu air (water
gate), dilakukan apabila level air tinggi.
2. Menutup pintu air, bila level air mendekati level
kering/ kritis.
3. Cuci kanal (maintenance
kanal) yang sudah mengalami sedimentasi untuk menurunkan elevasi muka air
dan kelancaran aliran.
4. Membersihkan saluran yang tersumbat/tertutup, seperti
pada gorong-gorong, pintu air, parit tersier, overflow dan saluran konektor baik manual maupun menggunakan alat
berat.
c.
Maintenance
Instrument Water Management di Lapangan
Perawatan Instrumen WM adalah kegiatan perawatan
terhadap semua Instrumen yang dibangun untuk menunjang sistem tata air di areal
rawa (weat land) agar dapat
memberikan informasi yang jelas. Instrumen (infra kanal ) yang di maintenance adalah: peilscale (rambu air), permanent
plot water table (PPWT),
piezometer,
pengukur curah hujan/ombro meter/rain gauge),
sign board
(papan peringatan), sedimentation pond (kolam pengendapan sedimantasi).
2.3.5
Forest Sustainability
Forest
Sustainability adalah salah satu seksi di Distrik V yang berkaitan dalam pengelolaan kelestarian hutan dan
lingkungan serta memastikan terlaksananya implementasi K3 dan menjamin kesiapan
distrik menghadapi audit internal dan eksternal. Forest sustainability memiliki
empat unit kerja yang saling bekerja sama dalam melaksanakan perannya dalam
menjaga dan mengelola kelestarian hutan dan lingkungan di areal distrik, yaitu forest conservation and certification, para
medis, safety officer, dan environment compliance.
a)
Forest
conservation &
certification bertugas
dalam membantu forest sustainability head
dalam mengelola, mengoordinasikan, mengendalikan, dan membantu aktivitas yang
berhubungan dengan kegiatan konservasi dan sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari
(PHL) di tingkat distrik.
b) Paramedis berfungsi dalam
melaksanakan tugas yang berhubungan dengan paramedis, pelayanan kesehatan,
pembenahan dokumen klinik dan pelaporannya.
c) Safety &
health officer berfungsi dalam melaksanakan semua tugas yang
berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja di tingkat distrik.
d) Environment compliance
berfungsi membantu
forest sustainability head dalam
mengelola, mengoordinasikan, mengendalikan dan memantau aktivitas yang
berhubungan dengan kegiatan lingkungan sesuai dengan Amdal dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (legal
compliance), serta menjamin kesiapan distrik menghadapi audit internal,
audit external, dan audit sertifikasi lainnya serta implementasi RKL-RPL
ditingkat distrik.
2.3.6 Forest Protection
Forest protection merupakan
salah satu seksi yang menaungi segala bentuk kegiatan untuk perlindungan HTI. Forest protection memiliki empat unit
kerja yang saling membantu dan bekerja sama dalam kegiatan perlindungan HTI,
yaitu conflict resolution, community
developement, forest security, dan Regu Pengendalian Kebakaran (RPK).
a) Conflict resolution berfungsi
untuk membantu forest protection head dalam
melaksanakan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan sosial dan pengamanan
hutan yang bertanggung jawab khususnya di bidang conflict resolution dalam pengelolaan hutan lestari di lingkungan
distrik.
b) Community development berfungsi
untuk membantu forest protection head dalam
melaksanakan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan sosial dan pengamanan
hutan yang bertanggung jawab khususnya di bidang social and CD dalam pengelolaan hutan lestari di lingkungan
distrik. Salah satu tugas comunity
development yang paling penting adalah membangun hubungan sosial yang baik
dengan desa binaan di sekitar areal konsesi. Salah satu program yang dibentuk
oleh comunity development adalah
pembentukan DMPA (Desa Makmur Peduli Api). Peta sebaran DMPA dan kegiatan yang
telah dilaksanakan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.
c)
Forest
security berfungsi untuk membantu forest protection head dalam melaksanakan aktivitas yang
berhubungan dengan kegiatan sosial dan pengamanan hutan yang bertanggung jawab
khususnya di bidang forest security dalam
pengelolaan hutan lestari di lingkungan distrik. Untuk menjaga areal konsesi
dari aktivitas perambahan dan pencurian, dibentuklah anggota keamanan berjumlah
34 orang yang terdiri dari koordinator unit, wakil koordinator unit, dua
anggota patroli dan anggota pos jaga.
d)
RPK (Regu Pengendalian Kebakaran) berfungsi
untuk menjaga areal konsesi dari bahaya kebakaran (pencegahan, pemadaman, dan
pasca pemadaman) di tingkat distrik. Agar tujuan zero fire dapat tercapai, tim RPK memiliki beberapa tugas yang
harus dilaksanakan, antara lain: patroli darat, patroli udara, pantauan pos,
pantauan deteksi dini (drone dan
menara api dengan tinggi 42 meter), pembentukan MPA (Masyarakat Peduli Api) dan
KMPA (Kelompok Masyarakat Peduli Api), penyuluhan kepada masyarakat dan anak
usia dini tentang bahaya-bahaya kebakaran, serta pelatihan memadamkan api. Untuk
membantu dan memudahkan kerja tim RPK, Distrik V PT WKS menyediakan situation room dimana dalam ruangan ini
dilengkapi dengan empat monitor dan juga memiliki peta rawan kebakaran yang
digunakan sebagai bahan acuan untuk melakukan patroli yang lebih intensif di
areal-areal yang termasuk ke dalam zona merah. Gambar situation room dan peta rawan kebakaran dapat dilihat pada Lampiran
5 dan 6.
Dalam
melaksanakan tugasnya, tim RPK memiliki struktur komando dalam menangani suatu
kejadian kebakaran yang disebut ICS (Incident
Command System) yang akan mempermudah berjalannya segala kegiatan yang
harus dilakukan dalam menangani suatu kejadian kebakaran. Struktur ICS distrik
V dapat dilihat pada Lampiran 7. Dengan adanya ICS ini, diharapkan agar 4 pilar
program Fire dapat terpenuhi, yaitu:
1. Pencegahan
Pencegahan
yaitu segala bentuk kegiatan yang harus dilakukan untuk mengurangi jumlah
kejadian kebakaran. Kegiatan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:
pembuatan peta rawan kebakaran, melaksanakan kegiatan sosialisasi kepada
masyarakat dan anak-anak usia dini, pembentukan MPA, KMPA, dan DMPA, pemantauan
menara api dan pos pantau, kegiatan patroli, pembuatan kanal blocking, serta memanfaatkan tenaga
masyarakat sekitar untuk menjaga desa sekitar areal konsesi.
2. Persiapan
Persiapan
merupakan kegiatan mempersiapkan segala keperluan yang harus disiapkan apabila
terjadi kebakaran. Hal yang harus diperhatikan adalah 100% peralatan pemadam
lengkap, 100% kemampuan jumlah RPK yang tersedia.
3. Deteksi
dini
Tujuan
dari dilakukannya deteksi dini adalah apabila terpantau titik api pada areal
dengan luas maksimal 0,2 hektar sudah dapat terdeteksi.
4. Respon
cepat
Respon
cepat merupakan tindakan yang harus dilakukan segera setelah kebakaran terjadi
dengan melakukan serangan awal secara langsung ke
lapangan 2 jam dan api
harus padam dalam waktu 8 jam
2.3.7
Administrasi
Seksi
administrasi merupakan salah satu seksi di Distrik V yang mengatur segala
kegiatan administrasi untuk menunjang kelancaran kegiatan operasional. Seksi
administrasi terdiri dari tiga lingkup kegiatan yaitu control admin, general admin, dan finance accounting.
a) Control admin memiliki
tanggung jawab terhadap kegiatan yang bersifat pokok. Kegiatan pokok yang
dimaksud adalah kegiatan plantation (penanaman),
harvesting (pemanenan), dan VRA
(material).
b) General admin (GA) bekerja pada bidang kegiatan yang
bersifat umum, seperti penyediaan transportasi baik untuk karyawan maupun
transportasi sekolah untuk anak-anak di Distrik V, lingkungan, mess dan lain sebagainya.
c) Finance accounting memiliki
lingkup kerja yang berkaitan dengan keuangan perusahaan, pinjaman sementara,
verifikasi semua dokumen control admin, analisa
performa report, serta analisa harvesting dan plantation.
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
3.1 Bidang Unit Kerja
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Distrik V PT
Wirakarya Sakti dilakukan pada bagian kantor dan lokasi budidaya kayu pada
Hutan Tanaman Industri. Pada bagian kantor, Praktek Kerja Lapangan dilakukan disetiap
seksi yaitu seksi planning survey,
plantation, harvesting, water management dan infrastructure, forest sustainability, forest protection, dan seksi
administrasi. Sedangkan PKL di lokasi dilaksanakan di areal Distrik V yang
terdiri dari areal mineral dan areal gambut. Kegiatan PKL ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui dan memahami setiap tahapan budidaya Hutan Tanaman
Industri khususnya jenis Acacia
crassicarpa dan Eucalyptus sp
mulai dari pengambilan bibit hingga proses pemanenan.
Bidang
unit kerja dilakukan di seksi plantation.
Seksi ini memiliki peranan untuk mengawasi tahapan pembudidayaan Hutan
Tanaman Industri dimulai dari penyiapan lahan, persiapan dan penanganan bibit,
penanaman (establishment), hingga proses
perawatan tanaman (maintenance).
Adapun yang menjadi fokus kajian dalam pelaksanaan PKL adalah sistem pemberian
air irigasi pada bibit di terminal nursery
Distrik V PT Wirakarya Sakti. Terminal nursery
merupakan lokasi penempatan sementara bibit dari central nursery sebelum dipindah tanam ke areal Distrik V.
3.2 Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan
Pelaksanaan kegiatan praktek kerja
lapangan (PKL) dilaksanakan setiap hari Senin-Jumat pukul 07.00-17.00 WIB. Dimulai
pada tanggal 31 Mei s/d 16 Agustus 2018 di Distrik V PT Wirakarya Sakti, RT. 13,
Dusun Teluk Pengkah 1, Desa Teluk Pengkah, Kecamatan Tebing
Tinggi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi.
Pelaksanaan PKL selama 11 minggu,
mahasiswa PKL wajib mempelajari kegiatan di setiap seksi dan memahami setiap
alur kegiatan dalam proses pembudidayaan hingga sampai ke tahap pemanenan kayu
sebagai bahan dasar pembuatan pulp dan
kertas. Distrik V PT Wirakarya Sakti membudidayakan 3 klon tanaman, yaitu Acacia crassicarpa, Eucalyptus 361 dan Eucalyptus 077. Tanaman jenis Acacia
crassicarpa ditanam pada areal gambut (siteclass
VI dan VII) sementara jenis Eucalyptus
ditanam pada areal tanah mineral (siteclass
IV dan V).
Bibit
yang dikirim dari Sungai Tapah ditanam dengan media sabut kelapa dicampur
dengan sekam padi dan tanah gambut yang dimasukkan dalam net pot dengan kedalaman 15 cm dan selanjutnya disusun dalam pot tray. Dalam satu pot tray terdapat 96 bibit dan harus
ditanam ke areal dengan umur 75-120 hari. Sebelum ditanam pada areal yang telah
disediakan, bibit disemprot dengan insectisida
yang mengandung
bahan aktif clhotianidin sebagai langkah preventif HPT. Gambar
bibit Acacia crassicarpa, Eucalyptus 77 dan Eucalyptus 361 dapat dilihat pada
Gambar 7.


(a) (b)


(c)
(d)
Gambar 7. (a) Bibit Acacia crassicarpa; (b) Eucalyptus
361; (c) Eucalyptus 077; (d) Bibit
siap tanam
Bibit
yang akan ditanam pada areal HTI harus memenuhi beberapa kriteria. Apabila
kriteria ini tidak terpenuhi maka bibit tidak dapat dipindah tanam karena dapat
mengakibatkan abnormal atau bahkan kematian. Adapun enam kriteria bibit yang
layak tanam, antara lain:
1. Akar
kompak
2. Akarnya
kuat (tidak letoy)
3. Diameter
batang 2-3 mm
4. Tinggi
tanaman 18-40 cm
5. Jumlah
helai daun minimal 5 dengan lebar 2-3 cm
6. Sehat
(bebas HPT)
Bibit-bibit
yang terdapat di areal Distrik V dikirim dari central nursery Sungai Tapah. Sebelum diangkut ke petak yang akan
ditanami, bibit terlebih dahulu diletakkan di terminal nursery dan harus dirawat setidaknya 2 hari setelah pengiriman dari
Sungai Tapah. Perawatan ini berupa pemberian pupuk dan penyiraman yang intensif
pada waktu tertentu sehingga tidak menyebabkan stress atau bahkan kematian pada bibit tersebut. Secara spesifik,
pelaksanaan praktek kerja lapangan difokuskan pada seksi plantation yaitu pada kegiatan pemberian air irigasi pada bibit
selama berada di terminal nursery Distrik
V PT Wirakarya Sakti.
Pemberian
air irigasi pada bibit Acacia crassicarpa
dan Eucalyptus yang harus
dilakukan selama bibit berada di terminal nursery.
Kegiatan pemberian air irigasi harus
sangat diperhatikan terutama dari segi waktu pemberian air karena bibit harus
beradaptasi ulang dengan lingkungan baru setelah di angkut dari central nursery Sungai Tapah ke terminal
nursery yang berada di distrik. Waktu
pemberian air yang dilakukan di Distrik V PT WKS dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel
2. Waktu Pemberian Air Irigasi
Pemberian Air
|
Waktu (Jam)
|
Pagi
|
07.30
|
Siang
|
14.00
|
Sumber: Distrik V PT Wirakarya Sakti
(2018)
Waktu
pemberian air irigasi di terminal nursery
Distrik V didasarkan pada SOP dan WI (work
instruction) PT Wirakarya Sakti. Pemberian air irigasi
dilakukan pada pukul 07.30 WIB dimaksudkan karena pada waktu ini bibit dalam
kondisi yang baik untuk
penyerapan air yang akan digunakan dalam proses pertumbuhannya. Sedangkan
pemberian air irigasi pada pukul 14.00 WIB karena pada waktu ini proses penguapan
oleh daun tanaman terjadi cukup cepat sehingga tanaman memerlukan air untuk
proses fotosintesis di waktu selanjutnya.
Kegiatan penyiraman bibit di Distrik V PT
WKS masih dilakukan secara manual dengan menggunakan tenaga manusia. Apabila kegiatan penyiraman tidak dilakukan sesuai
kebutuhan, maka bibit dapat mengalami dehidrasi sehingga mengalami kelayuan
bahkan kematian. Gambar kegiatan penyiraman bibit dapat dilihat pada
Gambar 8.

Gambar 8. Kegiatan penyiraman bibit
3.3 Permasalahan yang Dihadapi
Selama pelaksanaan PKL di PT Wirakarya
Sakti ada beberapa
permasalahan yang ditemukan
antara lain:
1.
Penyiraman bibit di terminal nursery Distrik V masih dilakukan secara manual dengan memanfaatkan tenaga manusia.
Distrik V PT Wirakarya Sakti masih menerapkan sistem
penyiraman bibit secara manual. Hal ini tentu kurang efektif dan efisien
mengingat luasan terminal nursery yang
cukup luas yaitu ± 0,25 Ha. Dengan luasan ini jumlah bibit yang disiram juga
akan lebih banyak sehingga waktu yang diperlukan juga akan lebih lama. Penyiraman tanaman secara manual dapat mengganggu efisiensi waktu dan tenaga. Penyiraman pada tanaman dengan kelebihan atau kekurangan air dapat pula mengurangi daya tahan maupun menyebabkan kematian pada tanaman itu sendiri (Affan dan Eko, 2017).
Sejalan
dengan waktu, penyiraman bibit secara manual di Distrik V juga membutuhkan
tenaga yang lebih besar. Salah satu penyebabnya adalah karena letak pompa air
yang jauh dari lokasi bibit. Hal ini menyebabkan selang yang digunakan untuk
penyiraman memungkinkan untuk tergulung maupun bengkok dan pekerja harus
menggunakan tenaganya untuk memperbaiki posisi selang agar aliran air tidak
terganggu.
2.
Jumlah air yang dibutuhkan selama proses
penyiraman lebih besar.
Pemberian air pada bibit secara
manual masih membutuhkan jumlah air yang cukup banyak. Hal ini dikarenakan
selang yang digunakan berdiameter ½ inci sehingga jumlah air yang dikeluarkan
juga lebih banyak. Air merupakan kebutuhan utama pembibitan
karena sangat diperlukan tanaman dalam proses fisiologis. Penyiraman yang kurang
sempurna akan mengakibatkan kelainan dan bahkan bisa sampai mengakibatkan kematian
pada tanaman. Air yang diberikan harus disesuaikan dengan kehilangan air akibat
proses fisiologis tanaman, seperti evapotranspirasi, gutasi, dan asimilasi
(konsep neraca air) yang sangat dipengaruhi oleh iklim dan cuaca (Pahan, 2008).
3.
Frekuensi penyiraman yang tidak stabil
Pemberian air irigasi di
terminal nursery Distrik V terkadang
tidak dilakukan tepat pada waktunya yaitu pukul 07.30 dan 14.00. Hal ini dapat
menyebabkan kerusakan pada bibit. Dalam kondisi cuaca yang tidak selalu stabil
menyebabkan kebutuhan air tanaman berbeda setiap waktunya. Apabila frekuensi pemberian air irigasi tidak sesuai
dengan waktu yang ditentukan dan jumlah air yang dibutuhkan maka akan merusak
proses pertumbuhan bibit setelah dipindahkan ke areal yang lebih luas. Kekurangan air akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil,
perkembangannya menjadi abnormal. Kekurangan air yang terjadi terus menerus
selama periode pertumbuhan akan menyebabkan tanaman tersebut mengalami layu dan
kemudian mati. Tanda-tanda yang pertama terlihat ialah layunya daun. Peristiwa
ini disebabkan karena penyerapan air tidak dapat mengimbangi kecepatan
penguapan air dari tanaman. Jika proses transpirasi ini cukup besar dan
penyerapan air tidak dapat mengimbanginya, maka tanaman tersebut akan mengalmi kelayuan (Sunarko,
2007). Lingga (1986) dalam Petrus (2015) menyatakan bahwa
frekuensi penyiraman yang
kurang
tepat dapat berakibat kerusakan total bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Bila frekuensi penyiraman terlalu tinggi maka pori-pori makro dan mikro terisi
oleh air sehingga pernafasan akar dapat tergaggu. Di sisi lain, bila frekuensi
penyiraman terlalu rendah, maka tanaman akan mengalami kekurangan air dan bermuara pada
stress air.
4.
Biaya yang dikeluarkan lebih besar.
Saat proses pemberian air irigasi dilakukan secara
manual dengan tenaga manusia, tentu perusahaan harus mengeluarkan biaya yang
lebih besar untuk membayar pekerja. Dengan luasan terminal nursery Distrik V PT WKS jumlah pekerja yang diperlukan adalah dua
orang sehingga biaya yang dikeluarkan juga akan lebih besar lagi.
1 orang pegawai gaji UMR Rp 2.085.000 × 2 orang =
Rp 4.170.00
3.4 Solusi yang Ditawarkan
Berdasarkan
permasalahan yang praktikan temukan dilapangan, maka praktikan dapat memberikan
saran sebagai berikut :
1.
Perlu adanya teknologi yang dapat memudahkan dalam
pengerjaan penyiraman bibit di terminal nursery.
2.
Upaya yang dapat dilakukan yaitu
berupa pembuatan sistem irigasi sprinkler
yang dipasang di bagian tengah area
bibit sehingga pekerja hanya perlu untuk memindahkan selang dan
menyambungkannya dengan jaringan irigasi dan selebihnya sistem dapat bekerja
dengan lebih cepat tanpa harus dioperasikan banyak pekerja dan mengurangi pengeluaran
perusahaan. Rangkaian irigasi sprinkler dapat
dilihat pada Gambar 9.
Upaya yang dapat dilakukan yaitu
berupa pembuatan sistem irigasi sprinkler
yang dipasang di bagian tengah area
bibit sehingga pekerja hanya perlu untuk memindahkan selang dan
menyambungkannya dengan jaringan irigasi dan selebihnya sistem dapat bekerja
dengan lebih cepat tanpa harus dioperasikan banyak pekerja dan mengurangi pengeluaran
perusahaan. Rangkaian irigasi sprinkler dapat
dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Rangkaian irigasi sprinkler
Rangkaian irigasi sprinkler diatas
merupakan modifikasi dari sistem irigasi sprinkler
dimana biasanya jenis irigasi ini menggunakan nozel. Adapun rincian
rangkaian irigasi sprinkler dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rincian Dimensi Rangkaian Irigasi Sprinkler
Keterangan
|
Dimensi (cm)
|
Tinggi rangkaian
|
165
|
Panjang pipa keluaran
|
57
|
Jarak antar lubang
|
3
|
Diameter lubang
|
0,1
|
Jangkauan
|
150
|
Berdasarkan
tabel di atas, panjang pipa keluaran dibuat tidak terlalu panjang karena akan
mempengaruhi tekanan air yang dikeluarkan melalui lubang pada pipa. Semakin
panjang pipa keluaran maka akan semakin kecil tekanan air yang dapat dikeluarkan.
Begitu pula sebaliknya, semakin pendek pipa keluaran maka akan semakin besar
tekanan air dari dalam pipa sehingga juga akan berpengaruh terhadap lebar
jangkauan yang dihasilkan. Sama halnya dengan panjang pipa, besarnya diameter
lubang dan tinggi rangkaian juga mempengaruhi lebar pancaran air. Dalam
rancangan desain irigasi sprinkler, diameter curahan/penyiraman nozel
mempengaruhi nilai laju penyiraman dan penentuan jarak nozel pada dan antar
lateral, serta menentukan luas lahan yang dapat terairi (Idham, 2010).
Dari hasil
uji coba rangkaian, maka diperoleh perbandingan antara penyiraman bibit secara
manual dengan menggunakan rangkaian irigasi sprinkler.
Adapun perbandingan antara keduanya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan Penyiraman
Manual dengan Rangkaian Irigasi Sprinkler
Keterangan
|
Sistem Irigasi
|
|
Manual
|
Sprinkler
|
|
Jumlah pot tray
|
20
|
20
|
Waktu
|
0,103 jam
|
0,95 jam
|
Debit
|
828 liter/jam
|
696 liter/jam
|
3.
Merancang sistem otomatisasi yang memungkinkan
kegiatan penyiraman dapat dilakukan secara otomatis menggunakan sensor
kelembaban sehingga apabila kelembaban tanah sudah mencapai titik kritis sistem
irigasi sprinkler dapat secara
langsung bekerja. Alat ini menggunakan chip microcontroller yang diprogram berdasarkan deteksi sensor kelembaban
tanah lahan pertanian. Saat kondisi tanah kering maka alat akan
secara otomatis berfungsi menyiram tanaman. Sebaliknya
jika kondisi tanah sudah basah maka alat tidak akan menyiram,
sehingga tanaman bisa tumbuh dengan baik karena kebutuhan unsur airnya terpenuhi setiap saat.
4.
Analisis biaya rangkaian irigasi sprinkler
Adapun biaya yang diperlukan untuk rangkaian irigasi sprinkler
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5.
Analisis Biaya Rangkaian Irigasi Sprinkler
Keterangan
|
Jumlah
|
Biaya
|
Pipa ½ inci
|
1 buah
|
Rp 20.000
|
Pipa T
|
6 buah
|
Rp 30.000
|
Total biaya
|
Rp 50.000
|
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil praktek kerja lapangan
yang dilakukan di Distrik V PT Wirakarya Sakti, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1.
Sistem irigasi di terminal nursery Distrik V PT Wirakarya Sakti
masih menggunakan sistem manual dengan memanfaatkan tenaga manusia.
2.
Proses pemberian air irigasi pada bibit Acacia crassicarpa dan Eucalyptus dilakukan pada pukul 07.30
dan 14.00 WIB. Kegiatan pemberian air irigasi ini menggunakan dua selang yang
ditarik oleh pekerja ke areal bibit dengan luasan ± 0,25 Ha.
3.
Sistem irigasi yang sesuai untuk
diterapkan di terminal nursery Distrik
V adalah irigasi sprinkler. Aplikasi
irigasi sprinkler lebih efektif dan
efisien karena penggunaan air, biaya dan tenaga dapat lebih diminimalisir.
Semakin besar tekanan air pada jaringan irigasi sprinkler yang diaplikasikan di areal nursery, maka akan semakin jauh jangkauan penyiraman sehingga area
yang tersiram juga akan semakin luas.
4.2 Saran
Dalam
upaya meningkatkan proses penyiraman bibit di terminal nursery perlu adanya penerapan teknologi yang memungkinkan proses
penyiraman dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien baik dari segi
waktu, tenaga, maupun biaya.
DAFTAR PUSTAKA
Bachri, A., dan Santoso, E. W. 2017. Prototype Penyiram Tanaman Otomatis
Dengan Sensor Kelembaban Tanah Berbasis Atmega 328. Jurnal JE-Unisla. Vol.
No. (2(1)). Hal. 5-10.
Cahyadi, N. M. A. K., dan Sukarsa, M. 2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor
Kertas dan Bahan Berbahan Kertas di Indonesia Tahun 1988-2022. E-Jurnal
Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana. Vol. No. (4(1)). Hal. 63-70.
Djamhuri, E., Yuniarti, N., dan Purwani, H. D. 2012. Viabilitas
Benih dan Pertumbuhan Awal Bibit Akasia Krasikarpa
(Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth.) dari Lima Sumber Benih di
Indonesia. Jurnal Silvikultur Tropika. Vol. No. (3(3)). Hal. 187-195.
(Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth.) dari Lima Sumber Benih di
Indonesia. Jurnal Silvikultur Tropika. Vol. No. (3(3)). Hal. 187-195.
Gunawan dan Sari, M. 2018. Rancang Bangun Alat Penyiram
Tanaman Otomatis Menggunakan
Sensor Kelembaban Tanah. Journal of Electrical Technology. Vol. No. (3(1)).
Hal. 13-17.
Indonesian
Pulp and Paper Association. 2011. Indonesian Pulp and Paper Industry Directory. Jakarta.
Jati, Y. W. 2008. Industri Pulp dan Kertas Semakin Kritis.
[online]. http://www.bisnis.com/servlet/page?http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_chem=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A30&cdate=08-FEB2008&inw_id=578629.
[28 Agustus 2018].
Khairiah, N. I. 2014. Evaluasi Kinerja Penggunaan Air Irigasi Sprinkler Studi Kasus di
Kabupaten Enrekang. [Skripsi]. Universitas Hasanuddin. Makasar.
Sugesti, S., Kardiansyah, T.,
dan Pratiwi, W. 2015. Potensi Acacia crassicarpa sebagai bahan baku
Pulp kertas untuk hutan tanaman industri. Jurnal Selulosa. Vol. No. (5(1)).
Hal. 21-32.
Tefaa, Petrus, Roberto, M., dan Lelang, M. A. 2015. Pengaruh Dosis Kompos dan Frekuensi
Penyiraman pada Pertumbuhan Bibit Sengon Laut (Paraserianthes falcataria, L.). Jurnal
Pertanian Konservasi Lahan Kering. Vol. No. (1(1)). Hal. 13-16.
Wibisono, A. 2014. Kajian Penyiraman di Perkebunan Kelapa Sawit (Elaisisgueneensisjacq)
PT Wira Inova Nusantara Kecamatan Sandara Kabupaten Kutai Timur. [Skripsi]. Politeknik Pertanian Negeri
Samarinda. Samarinda.

No comments:
Post a Comment