Sunday, November 11, 2018

Menurut Mutiara Viani Sinaga (2017) rata-rata pendapatan usahatani yang menerapkan sistem Tabela sebesar Rp 11.121.855 /Hektar, dan rata-rata pendapatan usahatani yang menerapkan sistem Gertak Tanpa Dusta sebesar Rp 8.078.437 /Hektar. Sumber: http://reMutiara Viani Sinagapository.unja.ac.id/1438/1/REPOSITORY.pdf


LAPORAN
PRAKTEK KERJA LAPANGAN

“ANALISIS SISTEM IRIGASI DI TERMINAL NURSERY DISTRIK V
PT WIRAKARYA SAKTI”



SISKA DEWI SITORUS
J1B115035













PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Kertas merupakan salah satu bahan yang sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan. Bukan hanya itu, bahkan seluruh kegiatan di areal perkantoran seperti perusahaan iklan pasti membutuhkan kertas untuk kebutuhan administrasi. Mengingat jumlah konsumsi kertas yang besar dan semakin meningkat, maka pemenuhan kertas sangat bergantung pada proses produksi kayu sebagai bahan dasar pembuatan kertas tersebut. Pada saat ini Indonesia menduduki peringkat ke 9 sebagai produsen pulp dan kertas dunia dengan pangsa pasar sebesar 2,4% dan 2,2% terhadap dunia pertahun (Indonesian Pulp and Paper Industry, Directory, 2011). Perkembangan industri pulp dan kertas di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, namun belum dapat memenuhi semua kebutuhan dalam negeri dan permintaan ekspor yang terus mengalami peningkatan.
PT Wirakarya Sakti merupakan salah satu perusahaan terbesar di Jambi yang bergerak di bidang Hutan Tanaman Industri dengan membudidayakan tanaman Acacia crassicarpa dan Eucalyptus sebagai bahan utama pembuatan kertas. Kayu  Acacia crassicarpa dan Eucalyptus memiliki potensi yang cukup besar apabila dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kertas karena kandungan serat dan selulosa yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, kayu Acacia crassicarpa dan Eucalyptus berpotensi untuk dikembangkan di Hutan Tanaman Industri sebagai bahan baku pulp (Susi Sugesty, dkk, 2015).
Perkembangan ekspor kertas dan barang berbahan kertas di Indonesia selama tahun 1988-2012 terlihat cukup fluktuatif. Indonesia berhasil menjadi pengekspor bersih kertas sejak tahun 1987, tetapi selama tahun 1988 sampai dengan tahun 1990 ekspor masih tidak stabil dan cenderung mengalami penurunan. Sebaliknya selama tahun 1991-2002 volume ekspor kertas dan barang berbahan kertas selalu meningkat, dimana peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2000 dengan perkembangan mencapai 0,53 persen dari tahun sebelumnya. Selama tahun 2006-2008 volume ekspor mengalami penurunan, hal ini diduga terjadi karena adanya defisit bahan baku yang kemudian menyebabkan kualitas kertas Indonesia menurun (Jati, 2008).
Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan bahan dasar kertas sangat dipengaruhi oleh beberapa aspek, antara lain tahapan persiapan lahan, kesesuaian jenis tanaman dengan jenis tanah, perawatan selama masa pertumbuhan, tahapan pemanenan, proses pendistribusian kayu, sistem pengelolaan air kanal di areal, dan yang paling penting adalah kualitas bibit yang akan ditanam. Untuk memperoleh bibit yang sehat dan pertumbuhan yang optimal, maka perlu dilakukan perawatan yang baik menjelang bibit dari central nursery dapat dipindahkan ke lokasi tanam. Salah satu kegiatan perawatan yang turut menentukan kualitas bibit adalah pemberian air irigasi. Pemanfaatan teknologi modern pada bidang pertanian diharapkan dapat meningkatkan hasil pertanian terutama budidaya tanaman sehingga diharapkan dapat mempermudah setiap kegiatan yang ingin dilakukan.
Melalui  kegiatan  Praktek  Kerja  Lapangan  (PKL)  ini,  penulis  mengamati terkait proses pemberian air irigasi pada bibit Acacia crassicarpa dan Eucalyptus untuk mengetahui sistem kerja, penjadwalan dan teknologi yang digunakan dalam proses pemberian air irigasi dengan tujuan agar memperoleh bibit yang lebih berkualitas sehingga memberikan nilai tambah bagi perusahaan namun tidak merusak lingkungan.
Berdasarkan  uraian diatas, penulis tertarik untuk mempelajari dan melaporkan hasil Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dengan judul  “Analisis Sistem Irigasi di Terminal Nursery Distrik V PT Wirakarya Sakti”.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Penyelenggaraan PKL ini bertujuan untuk :
1.        Mengetahui sistem irigasi yang digunakan di terminal nursery Distrik V PT Wirakarya Sakti.
2.        Meningkatkan pemahaman tentang proses pemberian air irigasi pada bibit Acacia crassicarpa dan Eucalyptus.
3.        Mengembangkan sistem irigasi yang sesuai untuk terminal nursery Distrik V PT Wirakarya Sakti.
1.3  Kegunaan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Kegunaan pelaksanaan PKL adalah untuk melatih keterampilan sesuai dengan pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan, belajar mengenal proses dan kondisi nyata dunia kerja, serta mengembangkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan dan mencoba menemukan suatu pelajaran yang belum diperoleh selama perkuliahan.
1.4  Tempat Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan di distrik V PT Wirakarya Sakti, yang beralamat di RT. 13, Dusun Teluk Pengkah 1, Desa Teluk Pengkah, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi.
1.5  Jadwal Waktu Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan setiap hari Senin-Jum’at pada pukul 07.00-17.00 WIB dimulai pada tanggal 31 Mei 2018 sampai dengan 16 Agustus 2018.

















BAB II
TINJAUAN UMUM TEMPAT PKL

2.1 Sejarah Perusahaan
Sinarmas Forestry pertama kali didirikan pada tahun 1938 oleh Eka Tjipta Widjaja. Kemudian melakukan pengembangan usaha di wilayah Pekanbaru pada tanggal 21 Maret 1986 yaitu dengan mendirikan dua perusahaan, yaitu Perusahaan Arara Abadi sebagai bahan baku pulp dan PT. Indah KIAT Pulp and Paper. Kemudian pada tanggal 14 Desember 1990 Sinarmas Forestry melakukan pengembangan di daerah provinsi Jambi dan mendirikan anak perusahaan yang bernama PT Wirakarya Sakti yang beralamat di Kecamatan Tungkal Ulu Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Pada tanggal 01 Maret 1995 dilakukan pemisahan antara divisi HTI (PT Wirakarya Sakti) dan dengan divisi Mill (Pabrik yang dikelola oleh PT Lontar Papyrus Pulp and Paper Industry) hingga saat ini.
PT Wirakarya Sakti bergerak dibidang pengadaan bahan baku kertas atau HTI Monokultur dengan tanaman pokok adalah Acacia dan Eucalyptus. PT WKS memperoleh izin pananaman percobaan pertama (IPP-1) seluas 1000 Ha, berdasarkan surat kepala kantor wilayah kehutanan (Kakanwilhut) Provinsi Jambi No.165/HTI/Wilhut/Iva/1989 pada tahun 1989. Pada tahun 1996 Memperoleh SK definitif pertama, yaitu SK Menteri Kehutanan No. 744/Kpts-II/1996 tanggal 25 November 1996 untuk areal seluas 78.240 Ha. Tahun 2001 Areal HPHTI PT Wirakarya Sakti bertambah menjadi seluas 191.130 Ha, sesuai SK Menteri Kehutanan No. 64/Kpts-II/2001 (Add. I). SK definitif addendum II yaitu SK Menteri Kehutanan No. 228/Menhut-II/2004 (add. II) tanggal 9 Juli 2004, dengan luas areal menjadi 233.251 Ha dan SK definitif addendum III yaitu SK Menteri Kehutanan No. 346/Menhut-II/2004 (add. III) tanggal 10 September 2004, dengan luas areal berubah menjadi 293.812 Ha. Hingga saat ini, kegiatan pengelolaan PT Wirakarya Sakti mengacu pada SK 57/MENLHK/SEKJEN/HTL/HPI.0/1/2018 dengan luas areal adalah 292,848 Ha.


2.2 Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur  Organisasi  PT Wirakarya Sakti merupakan  faktor  penting dalam  menunjang  keberhasilan  manajemen  perusahaan  dalam  menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan. Jumlah karyawan di distrik V PT WKS berjumlah 99 orang dengan 95 orang adalah karyawan laki-laki sedangkan 4 orang lainnya adalah karyawan wanita yang bergerak di bidangnya masing-masing sesuai keahlian dan tingkat kinerja karyawan itu sendiri. Distrik V dipimpin oleh manajer yang memiliki tanggung jawab dalam mengatur kegiatan perusahaan secara keseluruhan. Perusahaan ini terdiri dari delapan seksi yaitu planning survey, plantation, harvesting, water management, infrastructure, forest sustainability, forest protection, dan administrasi. Seksi planning survey memiliki tiga sub seksi yaitu  GIS technicians, operational planner, dan GPS surveyor. Sama halnya dengan seksi PS, seksi forest sustainability juga dibantu oleh empat sub seksi yaitu forest conservation & certification, paramedis, safety and health officer, dan environment compliance. Begitu juga dengan seksi forest protection, seksi ini dibantu oleh empat sub seksi lainnya yaitu RPK (Regu Pengendalian Kebakaran), comunity development, forest security, dan conflict resolution. Struktur organisasi Distrik V PT Wirakarya Sakti dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.3 Kegiatan Umum Perusahaan
PT Wirakarya Sakti merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam grup Sinarmas dan bergerak di bidang Hutan Tanaman Industri dan bertindak sebagai pemasok bahan baku berupa pulp dan kertas. Bahan baku yang dihasilkan akan dikirim dan diolah menjadi barang jadi ke PT Lontar Papyrus Pulp and Paper Industry dan PT OKI. Bahan baku ini diperoleh melalui kegiatan budidaya hingga pemanenan jenis tanaman Acacia crassicarpa  dan Eucalyptus  sp.
2.3.1   Planning Survey
Planning Survey merupakan salah satu seksi di Distrik V PT WKS yang bertugas merencanakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pengelolaan hutan industri serta bekerjasama dengan seksi lain sebagai pihak pelaksana. Seksi planning survey dibantu oleh tiga sub seksi untuk melaksanakan tugasnya dalam merencanakan segala kegiatan pengelolaan HTI, sub seksi Planning and Survey ini ialah: Planning survey head, GIS technicians, operational planner, dan GPS surveyor.
1)      Planning survey head bertugas memverifikasi, monitoring dan mengontrol kerja dari masing-masing posisi yang ada dibawahnya serta bertanggung jawab terhadap seksi PS serta melakukan koordinasi dengan seksi-seksi lain yang ada di distrik.
2)      GIS technicians bertanggung jawab menangani segala sesuatu tentang pemetaan serta mengolah data GPS menjadi peta-peta kerja.
3)      Operational Planner bertugas merencanakan pemanenan sesuai dengan surat permohonan dari operational.
4)      GPS surveyor bertugas mengambil data areal di lapangan dan diserahkan ke GIS technicians untuk dipetakan serta sebagai penunjuk dalam melakukan kegiatan di lapangan.
Ada beberapa kegiatan kerja yang dilakukan oleh seksi planning survey, antara lain tata kelola areal kerja, penataan areal kerja (PAK), dan kegiatan microplanning.
2.3.2 Plantation
Plantation merupakan seksi yang bertanggung jawab dalam kegiatan penanaman dimulai dari jenis bibit yang akan ditanam sampai perawatan tanaman hingga tanaman sudah cukup umur untuk dipanen. Sebelum kegiatan penanaman dilakukan, perlu dilakukan tahapan microplanning yaitu suatu perencanaan secara mendetail dalam satu compartment dengan memperhatikan segala aspek agar kegiatan penanaman dapat berjalan secara sistematis sehingga pada saat panen menghasilkan volume kayu dengan serat kayu yang optimal.
Aspek yang perlu diperhatikan sebelum melaksanakan tahapan penanaman yaitu kualitas dari lahan. Kualitas dari lahan ini dapat dilihat melalui penilaian hasil spreading, perbaikan sifat fisik tanah serta tata air mikro/parit drainase. Apabila hasil pengontrolan oleh tim quality control menunjukkan lahan layak untuk ditanami, maka akan dibuat peta penyerahan kerja dari seksi harvesting ke seksi plantation yang disebut HOA (Hand Over Area). Secara garis besar, ada tiga proses operasional yang menjadi tanggung jawab seksi plantation yaitu persiapan lahan (land preparation), tanam (establishment) dan perawatan (maintenance).
2.3.2.1  Penyiapan lahan (land preparation)
Penyiapan lahan merupakan segala bentuk kegiatan pada areal yang harus dilakukan sebelum kegiatan penanaman dilakukan. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan cara membersihkan areal dari sampah sisa kegiatan pemanenan atau belukar yang tidak dimanfaatkan kayunya, melakukan pengolahan tanah yang padat atau gambut yang poros, memperbaiki sistem pengaturan air agar air tidak tergenang dan drainase tidak buruk. Dengan dilakukannya kegiatan-kegiatan ini maka faktor penghambat pertumbuhan tanaman dapat dikurangi sehingga dapat menciptakan kondisi lingkungan yang ideal sehingga diharapkan tanaman dapat tumbuh dengan baik dan optimal. PT WKS menerapkan sistem pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB), sehingga tingkat keberhasilan penanaman dapat didasarkan pada beberapa kegiatan. Kegiatan yang dilakukan dalam penyiapan lahan adalah pembersihan lahan dari sisa pemanenan (spreading), pengaturan parit drainase dan tata air mikro dan PPS (pre planting spraying) atau penyemprotan gulma menggunakan herbisida. Salah satu kegiatan penyiapan lahan dapat dilihat pada Gambar 1.



 repository.unja.ac.idrepository.unja.ac.id

Gambar 1. Kegiatan spreading
2.3.2.2  Penananaman (Establishment)
Penanaman merupakan proses pemindahan bibit dari tabung tanam ke areal yang lebih luas dengan titik yang baik dengan jarak tertentu sehingga mendapatkan ruang tumbuh yang ideal untuk pertumbuhan tanaman. Ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan saat establishment yaitu pembuatan jalur/baris tanaman (lining),  pembuatan lubang tanam (holing), persiapan dan penanganan bibit, dan proses penanaman.
Pada tahapan persiapan dan penanganan bibit, kegiatan pemberian air irigasi harus sangat diperhatikan. Ketersediaan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman sangat penting. Peranan air pada tanaman sebagai pelarut berbagai senyawa molekul organik (unsur hara) dari dalam tanah kedalam tanaman, transportasi fotosintat dari sumber (source) ke limbung (sink), sebagai penyusun utama dari protoplasma serta pengatur suhu bagi tanaman. Apabila ketersediaan air tanah kurang bagi tanaman maka akibatnya air sebagai bahan baku fotosintesis, daun menguning, menghambat pertumbuhandan transportasi unsur hara ke daun akan terhambat sehingga akan berdampak pada tanaman (Andas Wibisono, 2014). Pada kegiatan penanaman, jarak tanam juga harus diperhatikan karena akan mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman. Adapun aturan untuk jarak tanam dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Aturan Jarak Tanam
Jenis Areal
Jenis Tanaman
Jarak Tanam (m)
Jumlah Batang per Hektare
Mineral
Eucalyptus
           3 × 2,5
1.333
Peat (gambut)
Acacia crassicarpa
3 × 2
1.666

2.3.2.3 Perawatan (Maintenance)
Perawatan (maintenance) merupakan proses pemeliharaan tanaman dengan pengendalian tumbuhan dan organisme pengganggu serta penambahan unsur hara yang dibutuhkan sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan sehat hingga masa panennya. Ada beberapa kegiatan perawatan, antara lain: pemberian pupuk dasar, pembersihan tanaman secara manual (weeding manual), pemupukan susulan, pengendalian gulma dengan herbisida (weeding chemical), pemotongan cabang pesaing (singling), serta pengecekan hama dan penyakit tanaman.
2.3.3 Harvesting
Harvesting merupakan suatu kegiatan produksi kayu dari hutan produksi yang meliputi kegiatan microplaning, imas, penebangan, pengumpulan, penarikan, penyusunan, pemeriksaan areal kerja setelah kegiatan pemanenan dan pengangkutan kayu untuk produksi BBS (bahan baku serpih) ke mill/ pabrik dan menyiapkan lahan untuk proses penanaman selanjutnya. Kegiatan pemanenan di Distrik V PT Wirakarya Sakti menggunakan dua sistem, yaitu sistem panen manual dengan memanfaatkan tenaga manusia dan sistem panen secara mekanis dengan menggunakan alat berat. Kegiatan yang dilakukan dalam proses pemanenan meliputi, pengimasan (pre harvest), penebangan (felling), rencek (delimbing), penyusunan kayu di kanan dan kiri jalur sarad (pre bunching), cincang (cut to lenght), penarikan kayu ke TPn (extraction), pemuatan kayu dari TPn ke TPk menggunakan sampan besi yang selanjutnya akan ditarik oleh tug boat (loading to sampan besi), dan proses pemuatan kayu dari TPn/TPk ke logging truck menggunakan excavator (loading to truck). Secara sistematis, kegiatan harvesting dapat dilihat pada Lampiran 2. Teknik penebangan yang digunakan di distrik V PT WKS adalah takik rebah dan takik balas. Teknik pembuatan tekik rebah yaitu:
1.       Buat potongan miring 45˚ dengan kedalaman 1/3 dari diameter batang (potongan miring dibuat terlebih dahulu agar bar chainsaw tidak terjepit oleh batang pohon).
2.      Ujung potongan miring dibuat sampai setinggi pangkal akar (maksimal 5 cm diatas pangkal akar/banir).
3.      Buat potongan datar sampai bertemu dengan potongan miring.
4.      Potongan datar dibuat pada pangkal akar (maksimal 5 cm diatas pangkal akar). Gambar pembuatan takik rebah dapat dilihat pada Gambar 2.




Gambar 2. Pembuatan takik rebah
Teknik pembuatan takik balas yaitu:
1.      Takik balas dibuat mendatar setinggi 1 cm diatas takik rebah.
2.      Saat pembuatan takik balas, sisakan sekitar 1 cm sebelum putus, tujuannya adalah sebagai engseluntuk penahan, sehingga pohon rebah dengan pelan dan pekerja memilii waktu untuk menghindar.
3.      Segera tarik chainsaw dari pohon dan menghindar ke samping saat pohon akan rebah. Gambar pembuatan takik balas dapat dilihat pada Gambar 3.





Gambar 3. Pembuatan takik balas
2.3.3.1  Chain of Custody (COC)
Chain of custody adalah  proses penilaian ketelusuran kayu dengan melakukan kegiatan pencatatan dan pelaporan perencanaan produksi, pemanenan atau penebangan, pengukuran dan pengujian, penandaan, pengangkutan/ peredaran, serta pengolahan hasil hutan kayu melalui aplikasi SIPUHH (Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan).
Maksud dan tujuan COC adalah untuk memastikan keterlacakan sumber pasokan kayu yang dikirim ke industri dan untuk memberikan kepastian hukum serta pedoman kepada semua pihak yang melakukan usaha atau kegiatan di bidang kehutanan, sehingga berjalan dengan tertib dan lancar, kelestarian hutan, pendapatan negara melalui pemanfaatan hasil hutan secara optimal dapat tercapai. Chain of custody memiliki 4 prinsip, yaitu: penandaan, pemisahan (segresi), dokumentasi, dan ketelusuran.
2.3.4        Water Management
            Water management menjadi salah satu seksi di Distrik V PT WKS yang bertanggung jawab untuk melakukan segala kegiatan yang berhubungan dengan sistem pengaturan air guna menunjang pertumbuhan tanaman, meminimalisir resiko banjir dan kebakaran. Sistem tata air di areal rawa merupakan pengaturan air yang pada prinsipnya membuang kelebihan air dan mempertahankan air yang dibutuhkan dengan cara pengaturan air kanal (water level) dan air tanah (water table) serta meningkatkan keberhasilan pengelolaan HTI di lahan gambut guna memenuhi kebutuhan bahan baku industri secara berkelanjutan dengan mempertahankan kelestarian lingkungan. Sistem tata air bertujuan untuk:
1.      Mengurangi penurunan permukaan tanah gambut (subsidence).
2.      Memisahkan jalur kanal sesuai fungsi yaitu untuk sistem transportasi dan drainase.
3.      Mengontrol permukaan air kanal dengan cara pembagian zona atau pembuatan bangunan air.
4.      Menurunkan permukaan air tanah dengan pembuatan kanal tersier untuk mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal.
Secara garis besar, ada dua tugas pokok seksi water management yaitu monitoring dan maintenance.
1.    Monitoring
Monitoring merupakan segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan pengecekan sistem tata air di areal konsesi. Beberapa kegiatan monitoring yang dilakukan oleh seksi WM antara lain monitoring penurunan permukaan gambut dan kedalaman muka air gambut (subsidensi dan water table), monitoring level air, dan monitoring sedimentasi kanal.
a.        Subsidensi dan water table
Subsidensi gambut adalah laju penurunan permukaan tanah gambut akibat adanya saluran drainase pada pembukaan lahan, dihitung dengan satuan tebal (cm) untuk tiap satuan waktu (tahun). Tanah gambut dikatakan rusak bila kumulatif penurunan muka gambut > 35 cm/5 tahun sesuai PP No. 150 tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. Sedangkan kedalaman muka air gambut (water table) merupakan tinggi permukaan air di dalam tanah yang diukur dari permukaan tanah. Kedua kegiatan monitoring ini dapat dilakukan dengan menggunakan deepwel (pipa PVC) atau disebut proper. Gambar propper dan kode lokasinya dapat dilihat pada Gambar 4.








(a)                                            (b)
                     Gambar 4. (a) Kode lokasi proper; (b) Proper
b.        Level air
Selain monitoring penurunan permukaan gambut dan kedalaman muka air gambut (subsidensi dan water table), kegiatan monitoring lainnya yang dilakukan oleh seksi WM adalah pengecekan level air menggunakan alat peilscale yaitu alat ukur level air berupa kayu yang diletakkan di setiap kanal produksi. Kayu ini diberi warna dari ujung ke pangkal bawah berturut-turut adalah merah, biru, kuning dan merah. Pada bagian sisi-sisi warna ini terdapat angka yang menunjukkan tingginya level air. Jika kondisi air berada di ujung warna merah artinya level air cukup tinggi dan berpotensi banjir. Warna biru pada peilscale menunjukkan bahwa level air masih dalam keadaan normal sehingga tidak perlu ada kegiatan maintenance yang harus dilakukan pada kanal tersebut. Warna kuning menunjukkan level air rendah namun masih dalam kondisi normal sehingga kecil kemungkinan untuk terjadi kekeringan, sedangkan warna merah di bagian pangkal bawah kayu menunjukkan bahwa level air sangat rendah sehingga berpotensi kekeringan pada areal tersebut. Gambar peilscale pada bibir kanal dapat dilihat pada Gambar 5.





Gambar 5. Peilscale untuk pengecekan level air
c.         Sedimentasi kanal
Seksi WM juga melakukan monitoring sedimentasi kanal. Monitoring sedimentasi kanal adalah kegiatan pengukuran yang bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai volume endapan sedimentasi kanal pada waktu tertentu Monitoring/pengukuran sedimentasi  kanal meliputi: pengukuran lebar kanal, pengukuran kedalaman air, water level/freeboard. Menurut standarnya, dalamnya kanal pada areal gambut adalah 3 meter, sehingga apabila sudah diketahui sisa kedalaman kanal setelah sedimentasi dapat diketahui kegiatan maintenance yang harus dilakukan.
2.    Maintenance (Perawatan)
Maintenance WM merupakan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan sarana dan prasarana serta level air untuk mendukung kegiatan operasional. Operasional dan maintenance adalah serangkaian kegiatan pengelolaan HTI yang saling terkait. Operasional yang dimaksud adalah kegiatan pemanenan (harvesting) dan kegiatan penanaman (plantation).
a.        Maintenance Kanal (Cuci kanal) Drainase dan produksi
Perawatan kanal adalah kegiatan penggalian ulang kanal guna mengengembalikan fungsi kanal sebagaimana mestinya, yang berfungsi  sebagai drainase dan sarana transfortasi. Kegiatan yang dilakukan adalah mengangkat material sedimentasi dengan menggunakan alat berat jenis excavator. Kanal-kanal yang di maintenance adalah :
·         Kanal primer untuk drainase dan transportasi
·         Kanal sekunder untuk drainase dan transportasi
·         Kanal outlet untuk drainase
·         Kanal batas konsesi, sebagai batas konsesi dan sekat bakar
·         Kanal kolektor
·         Kanal side drain
Pelaksanaan kegiatan perawatan kanal ini dilakukan menjelang kegiatan pemanenan akan dilakukan. Hal ini dikarenakan saat proses pengangkutan hasil produksi di lahan gambut kanal akan berperan penting yaitu sebagai akses sampan besi memindahkan kayu dari TPn ke TPk. Gambar kegiatan cuci kanal dapat dilihat pada Gambar 6.






Gambar 6. Kegiatan cuci kanal
Setelah kegiatan penggalian kanal selesai dilakukan, selanjutnya akan dilakukan pengecekan kualitas dan kuantitas hasil pencucian kanal. Pengecekan kualitas kanal (kedalaman) dilaksanakan oleh pengawas dan kontraktor secara bersamaan setelah pekerjaan selesai. Pengecekan selanjutnya yang perlu dilakukan adalah pengecekan kuantitas. Pengawas WM (water management) dan tim PS (planning survey) distrik melakukan pengukuran panjang kanal yang telah dicuci dengan menggunakan GPS. Kanal yang telah dicuci dan telah memenuhi standar kelulusan, akan dibuatkan BAP untuk selanjutnya dilakukan pengajuan proses pembayaran.
b.        Maintenance Water level/Water Table
Maintenance Water Level (WL) dan Water Table (WT) adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan menjaga level air untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman, tranportasi, safety untuk pencegahan kebakaran dan untuk kepentingan aspek lingkungan. Kegiatan maintenance dilakukan berdasarkan hasil monitoring WT dan WL. Safe Range WL yang harus maintenance/dijaga adalah 60-120 cm, sedangkan WT pada kisaran 40-100 cm. Maintenance dilakukan untuk menjaga level air tetap berada pada range tersebut, tidak terlalu kering (over drainage) dan tidak juga banjir (high water level). Kegiatan/ usaha untuk maintenance water level/ water table antara lain:
1.      Membuka pintu air (water gate), dilakukan apabila level air tinggi.
2.      Menutup pintu air, bila level air mendekati level kering/ kritis.
3.      Cuci kanal (maintenance kanal) yang sudah mengalami sedimentasi untuk menurunkan elevasi muka air dan kelancaran aliran.
4.      Membersihkan saluran yang tersumbat/tertutup, seperti pada gorong-gorong, pintu air, parit tersier, overflow dan saluran konektor baik manual maupun menggunakan alat berat.
c.         Maintenance Instrument Water Management di Lapangan
Perawatan Instrumen WM adalah kegiatan perawatan terhadap semua Instrumen yang dibangun untuk menunjang sistem tata air di areal rawa (weat land) agar dapat memberikan informasi yang jelas. Instrumen (infra kanal ) yang di maintenance adalah: peilscale (rambu air), permanent plot water table (PPWT), piezometer, pengukur curah hujan/ombro meter/rain gauge), sign board (papan peringatan), sedimentation pond (kolam pengendapan sedimantasi).
2.3.5    Forest Sustainability
Forest Sustainability ­adalah salah satu seksi di Distrik V yang berkaitan dalam pengelolaan kelestarian hutan dan lingkungan serta memastikan terlaksananya implementasi K3 dan menjamin kesiapan distrik menghadapi audit internal dan eksternal. Forest sustainability memiliki empat unit kerja yang saling bekerja sama dalam melaksanakan perannya dalam menjaga dan mengelola kelestarian hutan dan lingkungan di areal distrik, yaitu forest conservation and certification, para medis, safety officer, dan environment compliance.
a)      Forest conservation & certification bertugas dalam membantu forest sustainability head dalam mengelola, mengoordinasikan, mengendalikan, dan membantu aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan konservasi dan sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) di tingkat distrik.
b)      Paramedis berfungsi dalam melaksanakan tugas yang berhubungan dengan paramedis, pelayanan kesehatan, pembenahan dokumen klinik dan pelaporannya.
c)      Safety & health officer berfungsi dalam melaksanakan semua tugas yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja di tingkat distrik.
d)     Environment compliance berfungsi membantu forest sustainability head dalam mengelola, mengoordinasikan, mengendalikan dan memantau aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan lingkungan sesuai dengan Amdal dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (legal compliance), serta menjamin kesiapan distrik menghadapi audit internal, audit external, dan audit sertifikasi lainnya serta implementasi RKL-RPL ditingkat distrik.
2.3.6 Forest Protection
Forest protection merupakan salah satu seksi yang menaungi segala bentuk kegiatan untuk perlindungan HTI. Forest protection memiliki empat unit kerja yang saling membantu dan bekerja sama dalam kegiatan perlindungan HTI, yaitu conflict resolution, community developement, forest security, dan Regu Pengendalian Kebakaran (RPK).
a)      Conflict resolution berfungsi untuk membantu forest protection head dalam melaksanakan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan sosial dan pengamanan hutan yang bertanggung jawab khususnya di bidang conflict resolution dalam pengelolaan hutan lestari di lingkungan distrik.
b)      Community development berfungsi untuk membantu forest protection head dalam melaksanakan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan sosial dan pengamanan hutan yang bertanggung jawab khususnya di bidang social and CD dalam pengelolaan hutan lestari di lingkungan distrik. Salah satu tugas comunity development yang paling penting adalah membangun hubungan sosial yang baik dengan desa binaan di sekitar areal konsesi. Salah satu program yang dibentuk oleh comunity development adalah pembentukan DMPA (Desa Makmur Peduli Api). Peta sebaran DMPA dan kegiatan yang telah dilaksanakan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.
c)      Forest security berfungsi untuk membantu forest protection head dalam melaksanakan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan sosial dan pengamanan hutan yang bertanggung jawab khususnya di bidang forest security dalam pengelolaan hutan lestari di lingkungan distrik. Untuk menjaga areal konsesi dari aktivitas perambahan dan pencurian, dibentuklah anggota keamanan berjumlah 34 orang yang terdiri dari koordinator unit, wakil koordinator unit, dua anggota patroli dan anggota pos jaga.
d)     RPK (Regu Pengendalian Kebakaran) berfungsi untuk menjaga areal konsesi dari bahaya kebakaran (pencegahan, pemadaman, dan pasca pemadaman) di tingkat distrik. Agar tujuan zero fire dapat tercapai, tim RPK memiliki beberapa tugas yang harus dilaksanakan, antara lain: patroli darat, patroli udara, pantauan pos, pantauan deteksi dini (drone dan menara api dengan tinggi 42 meter), pembentukan MPA (Masyarakat Peduli Api) dan KMPA (Kelompok Masyarakat Peduli Api), penyuluhan kepada masyarakat dan anak usia dini tentang bahaya-bahaya kebakaran, serta pelatihan memadamkan api. Untuk membantu dan memudahkan kerja tim RPK, Distrik V PT WKS menyediakan situation room dimana dalam ruangan ini dilengkapi dengan empat monitor dan juga memiliki peta rawan kebakaran yang digunakan sebagai bahan acuan untuk melakukan patroli yang lebih intensif di areal-areal yang termasuk ke dalam zona merah. Gambar situation room dan peta rawan kebakaran dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6.
Dalam melaksanakan tugasnya, tim RPK memiliki struktur komando dalam menangani suatu kejadian kebakaran yang disebut ICS (Incident Command System) yang akan mempermudah berjalannya segala kegiatan yang harus dilakukan dalam menangani suatu kejadian kebakaran. Struktur ICS distrik V dapat dilihat pada Lampiran 7. Dengan adanya ICS ini, diharapkan agar 4 pilar program Fire dapat terpenuhi, yaitu:
1.      Pencegahan
Pencegahan yaitu segala bentuk kegiatan yang harus dilakukan untuk mengurangi jumlah kejadian kebakaran. Kegiatan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain: pembuatan peta rawan kebakaran, melaksanakan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat dan anak-anak usia dini, pembentukan MPA, KMPA, dan DMPA, pemantauan menara api dan pos pantau, kegiatan patroli, pembuatan kanal blocking, serta memanfaatkan tenaga masyarakat sekitar untuk menjaga desa sekitar areal konsesi.
2.      Persiapan
Persiapan merupakan kegiatan mempersiapkan segala keperluan yang harus disiapkan apabila terjadi kebakaran. Hal yang harus diperhatikan adalah 100% peralatan pemadam lengkap, 100% kemampuan jumlah RPK yang tersedia.


3.      Deteksi dini
Tujuan dari dilakukannya deteksi dini adalah apabila terpantau titik api pada areal dengan luas maksimal 0,2 hektar sudah dapat terdeteksi.
4.      Respon cepat
Respon cepat merupakan tindakan yang harus dilakukan segera setelah kebakaran terjadi dengan melakukan serangan awal secara langsung ke lapangan 2 jam dan api harus padam dalam waktu 8 jam
2.3.7    Administrasi
Seksi administrasi merupakan salah satu seksi di Distrik V yang mengatur segala kegiatan administrasi untuk menunjang kelancaran kegiatan operasional. Seksi administrasi terdiri dari tiga lingkup kegiatan yaitu control admin, general admin, dan finance accounting.
a)      Control admin memiliki tanggung jawab terhadap kegiatan yang bersifat pokok. Kegiatan pokok yang dimaksud adalah kegiatan plantation (penanaman), harvesting (pemanenan), dan VRA (material).
b)      General admin (GA) bekerja pada bidang kegiatan yang bersifat umum, seperti penyediaan transportasi baik untuk karyawan maupun transportasi sekolah untuk anak-anak di Distrik V, lingkungan, mess dan lain sebagainya.
c)      Finance accounting memiliki lingkup kerja yang berkaitan dengan keuangan perusahaan, pinjaman sementara, verifikasi semua dokumen control admin, analisa performa report, serta analisa harvesting dan plantation.











BAB III
PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
3.1    Bidang Unit Kerja
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Distrik V PT Wirakarya Sakti dilakukan pada bagian kantor dan lokasi budidaya kayu pada Hutan Tanaman Industri. Pada bagian kantor, Praktek Kerja Lapangan dilakukan disetiap seksi yaitu seksi planning survey, plantation, harvesting, water management dan infrastructure, forest sustainability, forest protection, dan seksi administrasi. Sedangkan PKL di lokasi dilaksanakan di areal Distrik V yang terdiri dari areal mineral dan areal gambut. Kegiatan PKL ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan memahami setiap tahapan budidaya Hutan Tanaman Industri khususnya jenis Acacia crassicarpa dan Eucalyptus sp mulai dari pengambilan bibit hingga proses pemanenan.
Bidang unit kerja dilakukan di seksi plantation. Seksi ini memiliki peranan untuk mengawasi tahapan pembudidayaan Hutan Tanaman Industri dimulai dari penyiapan lahan, persiapan dan penanganan bibit, penanaman (establishment), hingga proses perawatan tanaman (maintenance). Adapun yang menjadi fokus kajian dalam pelaksanaan PKL adalah sistem pemberian air irigasi pada bibit di terminal nursery Distrik V PT Wirakarya Sakti. Terminal nursery merupakan lokasi penempatan sementara bibit dari central nursery sebelum dipindah tanam ke areal Distrik V.
3.2    Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan
Pelaksanaan kegiatan praktek kerja lapangan (PKL) dilaksanakan setiap hari Senin-Jumat pukul 07.00-17.00 WIB. Dimulai pada tanggal 31 Mei s/d 16 Agustus 2018 di Distrik V PT Wirakarya Sakti, RT. 13, Dusun Teluk Pengkah 1, Desa Teluk Pengkah, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi.
Pelaksanaan PKL selama 11 minggu, mahasiswa PKL wajib mempelajari kegiatan di setiap seksi dan memahami setiap alur kegiatan dalam proses pembudidayaan hingga sampai ke tahap pemanenan kayu sebagai bahan dasar pembuatan pulp dan kertas. Distrik V PT Wirakarya Sakti membudidayakan 3 klon tanaman, yaitu Acacia crassicarpa, Eucalyptus 361 dan Eucalyptus 077. Tanaman jenis Acacia crassicarpa ditanam pada areal gambut (siteclass VI dan VII) sementara jenis Eucalyptus ditanam pada areal tanah mineral (siteclass IV dan V).
Bibit yang dikirim dari Sungai Tapah ditanam dengan media sabut kelapa dicampur dengan sekam padi dan tanah gambut yang dimasukkan dalam net pot dengan kedalaman 15 cm dan selanjutnya disusun dalam pot tray. Dalam satu pot tray terdapat 96 bibit dan harus ditanam ke areal dengan umur 75-120 hari. Sebelum ditanam pada areal yang telah disediakan, bibit disemprot dengan insectisida yang mengandung bahan aktif clhotianidin sebagai langkah preventif HPT. Gambar bibit Acacia crassicarpa, Eucalyptus 77 dan Eucalyptus 361 dapat dilihat pada Gambar 7.





           
      (a)                                         (b)






          (c)                                             (d)
Gambar 7. (a) Bibit Acacia crassicarpa; (b) Eucalyptus 361; (c) Eucalyptus 077; (d) Bibit siap tanam
Bibit yang akan ditanam pada areal HTI harus memenuhi beberapa kriteria. Apabila kriteria ini tidak terpenuhi maka bibit tidak dapat dipindah tanam karena dapat mengakibatkan abnormal atau bahkan kematian. Adapun enam kriteria bibit yang layak tanam, antara lain:
1.      Akar kompak
2.      Akarnya kuat (tidak letoy)
3.      Diameter batang 2-3 mm
4.      Tinggi tanaman 18-40 cm
5.      Jumlah helai daun minimal 5 dengan lebar 2-3 cm
6.      Sehat (bebas HPT)
Bibit-bibit yang terdapat di areal Distrik V dikirim dari central nursery Sungai Tapah. Sebelum diangkut ke petak yang akan ditanami, bibit terlebih dahulu diletakkan di terminal nursery dan harus dirawat setidaknya 2 hari setelah pengiriman dari Sungai Tapah. Perawatan ini berupa pemberian pupuk dan penyiraman yang intensif pada waktu tertentu sehingga tidak menyebabkan stress atau bahkan kematian pada bibit tersebut. Secara spesifik, pelaksanaan praktek kerja lapangan difokuskan pada seksi plantation yaitu pada kegiatan pemberian air irigasi pada bibit selama berada di terminal nursery Distrik V PT Wirakarya Sakti.
Pemberian air irigasi pada bibit Acacia crassicarpa dan Eucalyptus yang harus dilakukan selama bibit berada di terminal nursery. Kegiatan pemberian air irigasi harus sangat diperhatikan terutama dari segi waktu pemberian air karena bibit harus beradaptasi ulang dengan lingkungan baru setelah di angkut dari central nursery Sungai Tapah ke terminal nursery yang berada di distrik. Waktu pemberian air yang dilakukan di Distrik V PT WKS dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Waktu Pemberian Air Irigasi
         Pemberian Air
             Waktu (Jam)
               Pagi
                 07.30
               Siang
                 14.00
Sumber: Distrik V PT Wirakarya Sakti (2018)
Waktu pemberian air irigasi di terminal nursery Distrik V didasarkan pada SOP dan WI (work instruction) PT Wirakarya Sakti. Pemberian air irigasi dilakukan pada pukul 07.30 WIB dimaksudkan karena pada waktu ini bibit dalam kondisi yang baik untuk penyerapan air yang akan digunakan dalam proses pertumbuhannya. Sedangkan pemberian air irigasi pada pukul 14.00 WIB karena pada waktu ini proses penguapan oleh daun tanaman terjadi cukup cepat sehingga tanaman memerlukan air untuk proses fotosintesis di waktu selanjutnya.
Kegiatan penyiraman bibit di Distrik V PT WKS masih dilakukan secara manual dengan menggunakan tenaga manusia. Apabila kegiatan penyiraman tidak dilakukan sesuai kebutuhan, maka bibit dapat mengalami dehidrasi sehingga mengalami kelayuan bahkan kematian. Gambar kegiatan penyiraman bibit dapat dilihat pada Gambar 8.





Gambar 8. Kegiatan penyiraman bibit
3.3    Permasalahan yang Dihadapi
            Selama pelaksanaan PKL di PT Wirakarya Sakti ada beberapa permasalahan yang ditemukan antara lain:
1.        Penyiraman bibit di terminal nursery Distrik V masih dilakukan secara manual dengan memanfaatkan tenaga manusia.
Distrik V PT Wirakarya Sakti masih menerapkan sistem penyiraman bibit secara manual. Hal ini tentu kurang efektif dan efisien mengingat luasan terminal nursery yang cukup luas yaitu ± 0,25 Ha. Dengan luasan ini jumlah bibit yang disiram juga akan lebih banyak sehingga waktu yang diperlukan juga akan lebih lama. Penyiraman tanaman secara manual dapat mengganggu efisiensi waktu dan tenaga. Penyiraman pada tanaman dengan kelebihan atau kekurangan air dapat pula mengurangi daya tahan maupun menyebabkan kematian pada tanaman itu sendiri (Affan dan Eko, 2017).
Sejalan dengan waktu, penyiraman bibit secara manual di Distrik V juga membutuhkan tenaga yang lebih besar. Salah satu penyebabnya adalah karena letak pompa air yang jauh dari lokasi bibit. Hal ini menyebabkan selang yang digunakan untuk penyiraman memungkinkan untuk tergulung maupun bengkok dan pekerja harus menggunakan tenaganya untuk memperbaiki posisi selang agar aliran air tidak terganggu.
2.        Jumlah air yang dibutuhkan selama proses penyiraman lebih besar.
Pemberian air pada bibit secara manual masih membutuhkan jumlah air yang cukup banyak. Hal ini dikarenakan selang yang digunakan berdiameter ½ inci sehingga jumlah air yang dikeluarkan juga lebih banyak. Air merupakan kebutuhan utama pembibitan karena sangat diperlukan tanaman dalam proses fisiologis. Penyiraman yang kurang sempurna akan mengakibatkan kelainan dan bahkan bisa sampai mengakibatkan kematian pada tanaman. Air yang diberikan harus disesuaikan dengan kehilangan air akibat proses fisiologis tanaman, seperti evapotranspirasi, gutasi, dan asimilasi (konsep neraca air) yang sangat dipengaruhi oleh iklim dan cuaca (Pahan, 2008).
3.        Frekuensi penyiraman yang tidak stabil
Pemberian air irigasi di terminal nursery Distrik V terkadang tidak dilakukan tepat pada waktunya yaitu pukul 07.30 dan 14.00. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada bibit. Dalam kondisi cuaca yang tidak selalu stabil menyebabkan kebutuhan air tanaman berbeda setiap waktunya. Apabila frekuensi pemberian air irigasi tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan dan jumlah air yang dibutuhkan maka akan merusak proses pertumbuhan bibit setelah dipindahkan ke areal yang lebih luas. Kekurangan air akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, perkembangannya menjadi abnormal. Kekurangan air yang terjadi terus menerus selama periode pertumbuhan akan menyebabkan tanaman tersebut mengalami layu dan kemudian mati. Tanda-tanda yang pertama terlihat ialah layunya daun. Peristiwa ini disebabkan karena penyerapan air tidak dapat mengimbangi kecepatan penguapan air dari tanaman. Jika proses transpirasi ini cukup besar dan penyerapan air tidak dapat mengimbanginya, maka tanaman tersebut akan mengalmi kelayuan (Sunarko, 2007). Lingga (1986) dalam Petrus (2015) menyatakan bahwa frekuensi penyiraman yang kurang tepat dapat berakibat kerusakan total bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Bila frekuensi penyiraman terlalu tinggi maka pori-pori makro dan mikro terisi oleh air sehingga pernafasan akar dapat tergaggu. Di sisi lain, bila frekuensi penyiraman terlalu rendah, maka tanaman akan mengalami kekurangan air dan bermuara pada stress air.
4.        Biaya yang dikeluarkan lebih besar.
Saat proses pemberian air irigasi dilakukan secara manual dengan tenaga manusia, tentu perusahaan harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk membayar pekerja. Dengan luasan terminal nursery Distrik V PT WKS jumlah pekerja yang diperlukan adalah dua orang sehingga biaya yang dikeluarkan juga akan lebih besar lagi.
1 orang pegawai gaji UMR Rp 2.085.000 × 2 orang = Rp 4.170.00
3.4    Solusi yang Ditawarkan
Berdasarkan permasalahan yang praktikan temukan dilapangan, maka praktikan dapat memberikan saran sebagai berikut :
1.      Perlu adanya teknologi yang dapat memudahkan dalam pengerjaan penyiraman bibit di terminal nursery.
2.      Upaya yang dapat dilakukan yaitu berupa pembuatan sistem irigasi sprinkler  yang dipasang di bagian tengah area bibit sehingga pekerja hanya perlu untuk memindahkan selang dan menyambungkannya dengan jaringan irigasi dan selebihnya sistem dapat bekerja dengan lebih cepat tanpa harus dioperasikan banyak pekerja dan mengurangi pengeluaran perusahaan. Rangkaian irigasi sprinkler dapat dilihat pada Gambar 9.







Gambar 9. Rangkaian irigasi sprinkler

Rangkaian irigasi sprinkler diatas merupakan modifikasi dari sistem irigasi sprinkler dimana biasanya jenis irigasi ini menggunakan nozel. Adapun rincian rangkaian irigasi sprinkler dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rincian Dimensi Rangkaian Irigasi Sprinkler
Keterangan
Dimensi (cm)
Tinggi rangkaian
165
Panjang pipa keluaran
57
Jarak antar lubang
3
Diameter lubang
0,1
Jangkauan
150

Berdasarkan tabel di atas, panjang pipa keluaran dibuat tidak terlalu panjang karena akan mempengaruhi tekanan air yang dikeluarkan melalui lubang pada pipa. Semakin panjang pipa keluaran maka akan semakin kecil tekanan air yang dapat dikeluarkan. Begitu pula sebaliknya, semakin pendek pipa keluaran maka akan semakin besar tekanan air dari dalam pipa sehingga juga akan berpengaruh terhadap lebar jangkauan yang dihasilkan. Sama halnya dengan panjang pipa, besarnya diameter lubang dan tinggi rangkaian juga mempengaruhi lebar pancaran air. Dalam rancangan desain irigasi sprinkler, diameter curahan/penyiraman nozel mempengaruhi nilai laju penyiraman dan penentuan jarak nozel pada dan antar lateral, serta menentukan luas lahan yang dapat terairi (Idham, 2010).
Dari hasil uji coba rangkaian, maka diperoleh perbandingan antara penyiraman bibit secara manual dengan menggunakan rangkaian irigasi sprinkler. Adapun perbandingan antara keduanya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan Penyiraman Manual dengan Rangkaian Irigasi Sprinkler
Keterangan
Sistem Irigasi
Manual
Sprinkler
Jumlah pot tray
20
20
Waktu
0,103 jam
0,95 jam
Debit
828  liter/jam              
696  liter/jam
3.      Merancang sistem otomatisasi yang memungkinkan kegiatan penyiraman dapat dilakukan secara otomatis menggunakan sensor kelembaban sehingga apabila kelembaban tanah sudah mencapai titik kritis sistem irigasi sprinkler dapat secara langsung bekerja. Alat ini menggunakan chip microcontroller yang diprogram berdasarkan deteksi sensor kelembaban tanah lahan pertanian. Saat kondisi tanah kering maka alat akan secara otomatis berfungsi menyiram tanaman. Sebaliknya jika kondisi tanah sudah basah maka alat tidak akan menyiram, sehingga tanaman bisa tumbuh dengan baik karena kebutuhan unsur airnya terpenuhi setiap saat.
4.      Analisis biaya rangkaian irigasi sprinkler
Adapun biaya yang diperlukan untuk rangkaian  irigasi sprinkler dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Analisis Biaya Rangkaian Irigasi Sprinkler
Keterangan
Jumlah
  Biaya
Pipa ½ inci
1 buah
Rp 20.000
Pipa T
6 buah
Rp 30.000
Total biaya

Rp 50.000




















BAB IV
PENUTUP
4.1    Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktek kerja lapangan yang dilakukan di Distrik V PT Wirakarya Sakti, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.        Sistem irigasi di terminal nursery Distrik V PT Wirakarya Sakti masih menggunakan sistem manual dengan memanfaatkan tenaga manusia.
2.        Proses pemberian air irigasi pada bibit Acacia crassicarpa dan Eucalyptus dilakukan pada pukul 07.30 dan 14.00 WIB. Kegiatan pemberian air irigasi ini menggunakan dua selang yang ditarik oleh pekerja ke areal bibit dengan luasan ± 0,25 Ha.
3.        Sistem irigasi yang sesuai untuk diterapkan di terminal nursery Distrik V adalah irigasi sprinkler. Aplikasi irigasi sprinkler lebih efektif dan efisien karena penggunaan air, biaya dan tenaga dapat lebih diminimalisir. Semakin besar tekanan air pada jaringan irigasi sprinkler yang diaplikasikan di areal nursery, maka akan semakin jauh jangkauan penyiraman sehingga area yang tersiram juga akan semakin luas.
4.2    Saran
Dalam upaya meningkatkan proses penyiraman bibit di terminal nursery perlu adanya penerapan teknologi yang memungkinkan proses penyiraman dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien baik dari segi waktu, tenaga, maupun biaya.









DAFTAR PUSTAKA

Bachri, A., dan Santoso, E. W. 2017. Prototype Penyiram Tanaman Otomatis Dengan Sensor Kelembaban Tanah Berbasis Atmega 328. Jurnal JE-Unisla. Vol. No. (2(1)). Hal. 5-10.
Cahyadi, N. M. A. K., dan Sukarsa, M. 2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Kertas dan Bahan Berbahan Kertas di Indonesia Tahun 1988-2022. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana. Vol. No. (4(1)). Hal. 63-70.
Djamhuri, E., Yuniarti, N., dan Purwani, H. D. 2012. Viabilitas Benih dan Pertumbuhan Awal Bibit Akasia Krasikarpa
(Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth.) dari Lima Sumber Benih di
Indonesia.
Jurnal Silvikultur Tropika. Vol. No. (3(3)). Hal. 187-195.
Gunawan dan Sari, M. 2018. Rancang Bangun Alat Penyiram Tanaman Otomatis Menggunakan Sensor Kelembaban Tanah. Journal of Electrical Technology. Vol. No. (3(1)). Hal. 13-17.
Indonesian Pulp and Paper Association. 2011. Indonesian Pulp and Paper Industry Directory. Jakarta.
Jati, Y. W. 2008. Industri Pulp dan Kertas Semakin Kritis. [online]. http://www.bisnis.com/servlet/page?http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_chem=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A30&cdate=08-FEB2008&inw_id=578629. [28 Agustus 2018].
Khairiah, N. I. 2014. Evaluasi Kinerja Penggunaan Air Irigasi Sprinkler Studi Kasus di Kabupaten Enrekang. [Skripsi]. Universitas Hasanuddin. Makasar.
Sugesti, S., Kardiansyah, T., dan Pratiwi, W. 2015. Potensi Acacia crassicarpa sebagai bahan baku Pulp kertas untuk hutan tanaman industri. Jurnal Selulosa. Vol. No. (5(1)). Hal. 21-32.
Tefaa, Petrus, Roberto, M., dan Lelang, M. A. 2015. Pengaruh Dosis Kompos dan Frekuensi Penyiraman pada Pertumbuhan Bibit Sengon Laut (Paraserianthes falcataria, L.). Jurnal Pertanian Konservasi Lahan Kering. Vol. No. (1(1)). Hal. 13-16.
Wibisono, A. 2014. Kajian Penyiraman di Perkebunan Kelapa Sawit (Elaisisgueneensisjacq) PT Wira Inova Nusantara Kecamatan Sandara Kabupaten Kutai Timur. [Skripsi]. Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Samarinda.